Ilustrasi perdagangan aset kripto
Fintech

Sepanjang 2023, Transaksi Kripto di Indonesia Melonjak 179,7 Persen

  • Jumlah investor aset kripto domestik terus meningkat, dan Indonesia saat ini menempati peringkat ketujuh sebagai negara dengan jumlah investor aset kripto terbesar di dunia.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2024, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi menyampaikan bahwa nilai transaksi aset kripto di dalam negeri mengalami lonjakan 179,7 persen secara tahunan pada akhir 2023.

Hasan menyampaikan bahwa jumlah investor aset kripto domestik terus meningkat, dan Indonesia saat ini menempati peringkat ketujuh sebagai negara dengan jumlah investor aset kripto terbesar di dunia. 

Per-Desember 2023, jumlah total investor aset kripto mencapai 18,51 juta, mengalami peningkatan sebesar 260.000investor dibandingkan bulan sebelumnya.

“Nilai transaksi aset kripto sepanjang bulan Desember 2023 tercatat sebesar Rp27,25 triliun atau meningkat 179,77 persen  Yoy,” papar Hasan dalam paparannya di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2024, Selasa, 20 Februari 2024. 

Dalam kesempatan yang sama, Hasan mengatakan bahwa OJK terus mengambil langkah progresif dalam mengawal inovasi di sektor keuangan aset kripto, khususnya terkait dengan Regulatory Sandbox

Dikatakan olehnya, sejak diterbitkannya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, OJK telah menerima 458 proposal permohonan pencatatan dari penyelenggara Inovasi Teknologi Sistem Keuangan (ITSK). Dari jumlah tersebut, 155 penyelenggara ITSK telah diberikan status tercatat.

Hingga Januari 2024, OJK telah menetapkan hasil Regulatory Sandbox untuk 21 penyelenggara ITSK, yang mencakup delapan model bisnis berbeda. 

Model bisnis tersebut melibatkan sektor-sektor seperti Online Gold Depository, Social Network and Robo Advisor, Project Financing, Blockchain Based, Insurance Broker Marketplace, Innovative Credit Scoring, Regtech E-Sign, dan e-KYC.

Hasil terbaru yang diumumkan pada bulan Januari 2024 menunjukkan evaluasi terhadap dua klaster model bisnis, yaitu Regtech E-Sign dan e-KYC. 

OJK merekomendasikan lima penyelenggara ITSK di klaster Regtech E-Sign untuk mendapatkan status, sementara enam penyelenggara ITSK di klaster e-KYC tidak direkomendasikan. 

Hasan Fawzi menjelaskan bahwa dalam menetapkan status, OJK juga mempertimbangkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan.

Penting untuk dicatat bahwa peran klaster e-KYC sebagai perantara antara pengguna dan database Dukcapil saat ini tidak lagi diperkenankan. 

Namun, penyelenggaraan e-KYC tetap dapat dilakukan selama memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2023.

Dengan demikian, hingga akhir Januari 2024, terjadi pengurangan jumlah penyelenggara ITSK dalam proses Regulatory Sandbox OJK menjadi 69, yang terbagi dalam 11 klaster model bisnis.

Evaluasi dan Rekomendasi

OJK berkomitmen untuk terus melanjutkan percepatan evaluasi dan pemberian rekomendasi proses Regulatory Sandbox, terutama terkait dengan klaster yang memiliki karakteristik model bisnis dan aktivitas sejenis seperti Insurtech dan Insurhub, serta Regtech PEP dan Transaction Authentication.

Menyikapi dinamika perkembangan teknologi di sektor keuangan, OJK mengeluarkan POJK Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan. 

Langkah ini diambil sebagai implementasi mandat pengaturan dan pengawasan ITSK yang diatur dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Perasuransian Keuangan (P2SK). 

POJK ini membawa perbaikan pada kerangka Regulatory Sandbox dengan menerapkan mekanisme yang semakin robust dalam pelaksanaan uji coba dan pengembangan ITSK.

Mekanisme pendaftaran dan perizinan di OJK menjadi lebih kuat, memberikan landasan hukum yang kokoh bagi Penyelenggara ITSK dalam menjalankan operasionalnya di sektor jasa keuangan. OJK tetap berfokus pada fungsi pengembangan dengan peran sebagai pusat inovasi ITSK. 

Dengan demikian, diharapkan POJK Nomor 3 Tahun 2024 menjadi tonggak reformasi penyelenggaraan ITSK, memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kegiatan ekonomi digital di Indonesia, dan mendukung pertumbuhan perekonomian nasional yang inklusif dan berdaya saing.

Kolaborasi untuk Pertumbuhan Ekonomi Nasional

OJK tidak hanya fokus pada pengawasan dan regulasi, tetapi juga aktif berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan asosiasi di sektor ITSK seperti Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), dan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo). 

Hasan menuturkan, OJK tetap menekankan praktik bisnis yang etis dan bertanggung jawab, khususnya dalam penerapan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) di sektor ITSK. 

Dengan adanya langkah-langkah ini, OJK berharap dapat menciptakan ekosistem keuangan digital yang berkelanjutan, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional, dan membawa manfaat bagi masyarakat.