<p>Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Sepanjang Semester I-2021, Defisit APBN Tembus Rp283,2 Triliun

  • Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menembus Rp283,2 triliun atau 1,72% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir semester I-2021. Meski masih defisit.

Nasional
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menembus Rp283,2 triliun atau 1,72% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga akhir semester I-2021. Meski masih defisit. ‘

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan terdapat peningkatan penerimaan negara dibandingkan semester I-2020.

Bendahara Negara melaporkan total penerimaan negara tumbuh 9,1% year on year (yoy) dari Rp811 triliun pada semester I-2020 menjadi RP886,9 triliun pada semester I-2021.

“Dibanding realisasi tahun lalu yang kontraksinya 9,7%, ini adalah perbaikan yang sangat tinggi dan menunjukan pemulihan ekonomi yang cukup baik,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin, 5 Juni 2021.

Penerimaan negara itu bersumber dari perpajakan yang tumbuh 4,9% yoy menjadi Rp557,8 triliun. Lalu, penerimaan bea dan cukai sebesar Rp122,2 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp206,9 triliun.

Di sisi lain, belanja pemerintah tercatat tumbuh 9,4% yoy menjadi Rp1.170 triliun pada akhir semester I-2021. Kenaikan itu dipicu oleh belanja pemerintah pusat yang naik 19,1% yoy menjadi Rp696,3 triliun.

Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) hingga akhir paruh pertama 2021 telah mencapai Rp449,6 triliun. Kemudian, realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang justru merosot sepanjang semester I-2021.

Penyaluran dana TKDD terkontraksi 6,8% yoy dari Rp400,4 triliun pada semester I-2020 menjadi Rp373,9 triliun.

Sekali lagi, Sri Mulyani pun mengeluhkan lambatnya penyaluran dana TKDD. Menurutnya, kendala penyaluran TKDD membuat pemulihan ekonomi berpotensi tidak merata.

“TKDD masih terkendala. Ini pun sesudah transfer ternyata masih ada Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) atau belum dipakai langsung oleh pemda,” sebut Sr Mulyani.

Masih Prospektif

Meski begitu, Lembaga Pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) menyebut Indonesia masih punya prospek makro ekonomi yang kuat di tengah kondisi pandemi. Hal itu tampak dari keputusan S&P yang mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia sebagai BBB/outlook negatif.

S&P dalam laporannya menyebut ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh kuat dan memiliki rekam jejak kebijakan yang berhati-hati. Kendati demikian perusahaan pemeringkat atas saham dan obligasi, S&P menyatakan risiko fiskal dan eksternal yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 masih harus diperhatikan pemerintah Indonesia.

Tidak hanya itu, S&P mengukap kondisi penerimaan Indonesia harus kembali ke rasio defisit 3% pada 2023 agar menjaga prospek pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah. S&P memproyeksikan konsolidasi fiskal akan berjalan secara gradual, defisit fiskal akan menyempit di 2021 menjadi 5,7% dan 4,2% di 2022.

Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan defisit APBN bakal kembali ke ambang batas 3% pada 2023 mendatang. Sementara itu, target defisit APBN pada 2021 mencapai 5,7% PDB (Rp1.006,4 triliun) dan 4,51%-4,85% PDB (Rp 808,2 triliun-Rp 879,9 triliun) pada 2022. (RCS)