Seperti di AS, Sri Mulyani Buka Opsi LPDP Berikan Student Loan
- Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sedang mengkaji opsi pemberian pinjaman kepada mahasiswa, atau yang dikenal sebagai student loan.
IKNB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sedang mengkaji opsi pemberian pinjaman kepada mahasiswa, atau yang dikenal sebagai student loan.
Menurut Sri Mulyani langkah ini diberikan untuk menjamin mahasiswa mampu membayar biaya kuliah. Meskipun begitu, pihaknya akan merumuskan format student loan supaya mencegah terjadinya moral hazard.
“Untuk pinjaman, kami sedang membahas agar LPDP mengembangkan apa yang disebut student loan. Kami sedang bahas juga dengan perbankan dan LPDP akan merumuskan agar tidak memberatkan students dan mencegah moral hazard," ungkapnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Jakarta, pada Selasa, 30 Januari 2024.
Sebagaimana diketahui, baru-baru ini terdapat informasi salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang berkolaborasi dengan platform P2P lending terkait pembayaran uang kuliah mahasiswanya. Hal ini pun menuai kontra di masyarakat terkait langkah platform tersebut.
Perempuan yang akrab disapa Ani itu lantas mencontohkan di negara-negara maju misalnya Amerika Serikat, bahwa program student loan adalah hal yang umum. Jadi, mahasiswa dapat mengakses pinjaman untuk biaya kuliah, dengan pembayaran dilakukan setelah lulus dan mendapatkan pekerjaan melalui sistem angsuran.
- Paradise Indonesia Incar Kenaikan Pendapatan 20 Persen pada 2024
- Hilirisasi Nikel Bikin 200 Ribu Ha Hutan Halmahera Rusak
- Siapa Kataib Hizbullah, Kelompok yang Disalahkan karena Serang Pasukan AS?
Meskipun demikian, kata Ani, berdasarkan data dari US National Center of Education Statistics menunjukkan bahwa 1 dari 10 mahasiswa mengalami kesulitan dalam membayar kembali pinjaman mereka, atau yang dikenal sebagai default pada student loan.
Selama periode 2015-2018, jumlah rata-rata mahasiswa yang mengalami default mencapai sekitar 430.000 orang setiap tahun. "Jadi, di AS pun student loan menimbulkan masalah jangka panjang," bebernya.
Oleh karena itu, menurut Ani, diharapkan student loan yang akan diterapkan oleh LPDP tidak mengalami masalah serupa. Hal ini karena pengembangan sumber daya manusia dianggap sebagai prasyarat bagi kemajuan Indonesia.
Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menambahkan bahwa LPDP saat ini mengelola dana yang semakin besar. Untuk tahun ini, diperkirakan anggaran yang dikelola oleh LPDP dapat mencapai Rp150 triliun.
"Banyak jendela yang dibuat. Ada Dana Abadi Penelitian, Dana Abadi Perguruan Tinggi, Dana Abadi Pesantren, dan sebagainya," ungkapnya, Ia juga menegaskan bahwa LPDP bukan satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan sektor pendidikan.
Pasalnya, kata dia, anggaran pendidikan, yang minimal 20% dari belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya, juga dialokasikan kepada berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
"LPDP bukan satu-satunya. Kita punya dana pendidikan melalui Transfer ke Daerah dan di kementerian-kementerian. Ada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, BRIN, dan sebagainya," jelasnya.
OJK Tanggapi Danacita
Pada kesempatan yang sama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan respons terkait kehebohan seputar P2P lending atau pinjaman online (pinjol) Danacita yang berkolaborasi dengan ITB sebagai opsi alternatif pembayaran uang kuliah.
"Dapat kami sampaikan bahwa yang terkait dengan PT Inclusive Finace Group atau Danacita, itu perusahaan yang mempunyai izin yang sah dan diterbitkan oleh OJK,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar merespons soal platform Danacita yang bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia.
Mahendra membenarkan telah ada program kerjasama antara Danacita dengan universitas terkait dan beberapa universitas lainnya. Dia menyebut kerja sama ini dilakukan secara independen oleh masing-masing pihak tanpa memerlukan persetujuan dari OJK.
Dia mengatakan bahwa keputusan untuk menggunakan layanan pinjaman dari P2P lending sebagai pembayaran uang kuliah merupakan pilihan yang ditentukan oleh setiap mahasiswa masing-masing.
- Dua Tahun Merger, PT Perikanan Indonesia Capai Perkembangan Signifikan
- Menurut Luhut, Kereta Cepat Lanjut Surabaya Melalui Yogyakarta Masih Studi
- Satu Visi Putra (VISI) IPO Bidik Dana Segar Rp73,8 M
Meskipun demikian, OJK sebagai regulator telah memanggil Danacita untuk menyelidiki apakah ada pelanggaran terkait dengan prosedur penentuan pihak yang berhak melakukan pinjaman dan pengembalian utang.
"Kami akan terus melakukan pengawalan dan secara langsung juga meminta ke perusahaan yang bersangkutan agar tetap memperhatikan dan menjalankan dengan baik seluruh proses dan transparansi dalam penyaluran pembiayaan," kata Mahendra.
Tak hanya itu, Mahendra juga menekankan pentingnya meningkatkan edukasi ke para mahasiswa terkait dengan hak dan risiko konsumen, serta mengetengahkan aspek perlindungan konsumen.
Respons Danacita
Secara terpisah, Alfonsus Wibowo, Direktur Utama DanaCita, menginformasikan bahwa nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara DanaCita dan ITB telah disepakati pada tanggal 10 Agustus 2023.
Tujuan dari kerjasama ini, lanjut Alfonsus, adalah memberikan fleksibilitas kepada mahasiswa yang belum mampu membayar biaya kuliah secara langsung atau uang kuliah tunggal (UKT) di ITB.
“Dalam kaitan itu, DanaCita bukan merupakan pinjol atau pinjaman online, karena istilah tersebut sering dikaitkan dengan praktik layanan pendanaan yang tidak legal, tidak beretika, dan berkonotasi negatif,” kata Alfonsus dalam keterangan tertulis, Senin, 29 Januari 2024.
Untuk itu, Alfonsus menekankan bahwa DanaCita merupakan penyedia Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang berkomitmen untuk melakukan praktik layanan pendanaan yang bertanggung jawab.
“DanaCita menjalankan praktik layanan pendanaan yang bertanggung jawab, atau responsible lending, dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan apakah pendanaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan dari penerima dana [pelajar dan/atau wali],” jelasnya.