Kabel bawah laut membantu memastikan konektivitas internet super cepat di seluruh dunia. (BORIS HORVAT/AFP)
Dunia

Serangan Houthi di Laut Merah Ancam Infrastruktur Internet

  • Sebuah ancaman baru muncul dari serangan yang dilakukan oleh pihak Houthi yang didukung Iran terhadap kapal-kapal di Laut Merah yang menyebabkan keterlambatan penundaan pengiriman barang yang tiba di Eropa dari Asia.
Dunia
Distika Safara Setianda

Distika Safara Setianda

Author

JAKARTA - Sebuah ancaman baru muncul dari serangan yang dilakukan Houthi yang didukung Iran terhadap kapal-kapal di Laut Merah  yang menyebabkan keterlambatan penundaan pengiriman barang yang tiba di Eropa dari Asia.

Amerika Serikat mengatakan pekan lalu pihaknya yakin tenggelamnya kapal pupuk berbendera Belize yang dioperasikan Lebanon baru-baru ini memutuskan kabel bawah laut penting yang menyediakan konektivitas internet antara Timur dan Barat.

“Serangan terhadap M/V Rubymar pada 18 Februari memaksa kru untuk menjatuhkan jangkar dan meninggalkan kapal,” kata seorang pejabat pertahanan AS.

“Pemeriksaan awal menunjukkan bahwa jangkar yang tersangkut di dasar laut kemungkinan besar telah memutuskan kabel bawah laut yang menyediakan layanan internet dan telekomunikasi di seluruh dunia,” tambahnya, dikutip dari DW, pada Rabu, 13 Maret 2024.

Setelah Ancaman Lingkungan, Kini Gangguan Internet

Kapal Rubymar telah tenggelam, menyebabkan bencana lingkungan. Menurut Komando Pusat militer Amerika Serikat, sebuah tumpahan minyak sepanjang 29 kilometer (18 mil) muncul sesaat setelah serangan.

Kini timbul kekhawatiran bahwa kargo pupuknya dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut jika bocor. Meskipun Houthi tidak secara langsung bertanggung jawab atas kerusakan pada kabel bawah laut, serangan mereka telah meningkatkan ancaman terhadap konektivitas internet di wilayah tersebut karena membuat insiden-insiden serupa lainnya lebih mungkin terjadi.

Kabel serat optik, 16 di antaranya telah dipasang di Laut Merah, membentang di sepanjang dasar laut dan memungkinkan data internet bergerak hampir dengan kecepatan cahaya.

Laporan media menunjukkan kerusakan pada kabel begitu parah sehingga mengganggu seperempat lalu lintas internet antara Asia dan Eropa.

“Kecelakaan dengan jangkar kapal merupakan penyebab kedua paling umum dari kegagalan kabel bawah laut,” tulis Tim Stronge, wakil presiden riset di perusahaan riset telekomunikasi TeleGeography yang berbasis di Washington, dalam sebuah posting blog baru-baru ini. “Rata-rata, dua kabel mengalami kegagalan di suatu tempat di dunia setiap minggu.”

Serangan berulang meningkatkan risiko terhadap kabel internet bawah laut

Stronge menambahkan bahwa serangan Houthi terhadap kapal tidak hanya menimbulkan tantangan nyata karena kapal yang tenggelam menciptakan bahaya di bawah laut bagi kabel dan kapal yang meletakkan kabel.

Serangan Houthi tidak hanya menyebabkan lonjakan dalam asuransi untuk kapal-kapal pengangkut kontainer, tetapi juga untuk kapal-kapal yang membantu meletakkan infrastruktur internet bawah laut. Stronge mengatakan hal itu bisa membuat pemasangan kabel baru di Laut Merah menjadi penghalang.

“Masalah sebenarnya di area risiko perang adalah Anda tidak bisa hanya memperbaiki kabel seperti yang Anda lakukan di tempat lain,” jelas Peter Sand, kepala analis di firma riset maritim Xeneta yang berbasis di Kopenhagen, kepada DW. “Anda tidak dapat mengirim kapal perbaikan kabel ke Laut Merah sekarang, (karena risiko serangan).”

The Wall Street Journal minggu ini mengutip pakar industri yang mengatakan bahwa biaya untuk mengasuransikan kapal kabel di dekat Yaman telah meningkat menjadi US$150.000 per hari.

Rute Kabel Alternatif Harus Dieksplorasi

Pentingnya mencari rute kabel alternatif sedang menjadi perhatian para ahli industri telekomunikasi. Mereka mendesak pemerintah untuk mengambil langkah lebih tegas guna mendorong industri menemukan rute alternatif untuk kabel internet guna mengurangi gangguan akibat pemutusan kabel bawah laut.

Salah satunya adalah menggunakan rute darat melalui Arab Saudi yang dapat membantu menghindari Laut Merah dan perairan berisiko tinggi lainnya di Timur Tengah. Namun, mereka memperingatkan bahwa pemakaian kabel darat seringkali lebih mahal.

Sementara itu, pihak Houthi, yang mengendalikan sebagian besar Yaman yang dilanda perang, mengatakan, mereka menargetkan kapal-kapal yang terhubung dengan Israel, Amerika Serikat, dan Britania Raya di Laut Merah sebagai balasan atas perang Israel terhadap kelompok militan Palestina, Hamas, di Gaza.

Kelompok yang didukung Iran telah menargetkan puluhan kapal sejak akhir tahun lalu, dan Rubymar adalah kapal pertama yang tenggelam akibat serangan mereka.

Dalam serangan fatal pertama Houthi, dua awak kapal asal Filipina dan satu awak kapal asal Vietnam tewas ketika kapal mereka, True Confidence yang berbendera Barbados dan dioperasikan oleh perusahaan Yunani, diserang oleh rudal pada Rabu lalu, menyebabkan kapal terbakar.

Houthi membantah menargetkan kabel telekomunikasi bawah laut, namun serangan mereka hampir setiap hari telah membuat banyak perusahaan pelayaran global menghindari Laut Merah dan Terusan Suez serta wilayah sekitarnya hingga ke Laut Mediterania.

Sebaliknya, banyak kapal menempuh rute yang lebih panjang dan lebih berbahaya di sekitar Afrika selatan ke Eropa, yang memakan waktu tambahan tujuh hingga 10 hari.

Premi asuransi pengiriman naik sebagai akibat dari peningkatan risiko tersebut, sementara pemindahan jalur telah meningkatkan biaya bahan bakar, tenaga kerja, dan biaya lainnya, karena lebih banyak kapal diperlukan untuk rute yang lebih panjang tersebut.

Tarif pengiriman juga naik tajam akhir tahun lalu, namun telah turun sejak akhir Januari.

Mendorong Lebih Banyak Kapal Menggunakan Rute Afrika

Meskipun ada risiko, beberapa perusahaan pengiriman terus menggunakan Laut Merah. Namun, kematian di True Confidence dan pemutusan kabel bawah laut bisa membuat lebih banyak perusahaan memilih rute yang lebih aman melalui Afrika.

“Setiap perusahaan memiliki penilaian risiko sendiri—yang menjelaskan mengapa beberapa perusahaan masih melintasi (Laut Merah). Tetapi sekarang, garis merah mungkin telah dilanggar dengan korban jiwa (di True Confidence),” kata Sand.

Serangan terbaru bahkan bisa memicu tindakan lebih keras oleh pasukan Barat yang telah meluncurkan misi angkatan laut ke perairan terdekat untuk melindungi perdagangan pengiriman yang vital dari Asia ke Eropa.

Pada bulan November ketika serangan pertama kali terjadi, AS dan Inggris mengirimkan kapal perang ke wilayah tersebut, misi angkatan laut Uni Eropa terpisah dimulai ke Timur Tengah bulan lalu, didukung oleh beberapa negara anggota UE, termasuk Jerman.

“Saya tidak melihat respons militer skala besar,” ujar Sand kepada DW. “Ini adalah tarik ulur, jadi saya berharap angkatan laut di daerah tersebut terus melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap target yang perlu ditangani untuk mengamankan jalur aman kapal komersial.”