Serba Bisa, CEO Perusahaan Ketar-Ketir Posisinya Digantikan AI
- Sebuah laporan terbaru dari perusahaan konsultan IT AND Digital yang melakukan survei terhadap ratusan pemimpin bisnis di Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda, menemukan bahwa 43% responden percaya bahwa AI bisa menggantikan posisi mereka sebagai CEO.
Dunia
JAKARTA - Pimpinan perusahaan atau CEO semakin terancam oleh kecanggihan kecerdasan buatan (AI).
Meskipun awalnya merasa senang dengan gagasan menggantikan pekerja manusia dengan AI, sebagian besar dari mereka kini merasa cemas bahwa mereka sendiri mungkin akan kehilangan pekerjaan.
Dilansir dari Futurism, sebuah laporan terbaru dari perusahaan konsultan IT AND Digital yang melakukan survei terhadap ratusan pemimpin bisnis di Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda, menemukan bahwa 43% responden percaya bahwa AI bisa menggantikan posisi mereka sebagai CEO.
Bahkan, sebagian besar dari mereka tidak memberikan alasan yang kuat untuk mempertahankan posisi mereka. Hampir separuh dari responden mengakui secara diam-diam bahwa mereka membuat keputusan bisnis besar berdasarkan data dan informasi yang diperoleh menggunakan ChatGPT, sebuah teknologi AI.
Hal ini menjadi bukti bahwa ide untuk menggantikan CEO dengan AI mungkin bisa saja benar-benar terjadi.
Baca Juga: AI Bikin Perusahaan Lebih Melek Data? Ini Kata Pengamat
Namun, banyak CEO mengklaim bahwa mereka tidak hanya mencari-cari alasan. Menurut laporan tersebut, 68% CEO mengatakan bahwa pertimbangan etis terkait adopsi AI di tempat kerja adalah masalah prioritas utama.
Mereka juga sangat cemas tentang bagaimana para pekerja akan menangani adopsi AI, dengan 44% percaya bahwa karyawan mereka tidak siap menggunakan teknologi tersebut. Sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa mereka sedang melatih staf mereka untuk menjadi lebih melek digital.
Di sisi lain, sebagian kecil dari mereka memilih pendekatan yang lebih konservatif dengan melarang penggunaan alat AI generatif seperti ChatGPT di tempat kerja. Namun, ironisnya, sebagian dari mereka yang melarang penggunaannya justru mengakui bahwa mereka sendiri menggunakan teknologi tersebut untuk membuat keputusan bisnis.
Selain itu, kekhawatiran muncul bahwa penggunaan AI di tempat kerja bisa menimbulkan masalah, seperti kebocoran informasi yang tidak disengaja.
Beberapa perusahaan besar, terutama di sektor perbankan, telah mulai melarang penggunaan chatbot AI karena laporan tentang karyawan yang secara tidak sengaja membocorkan informasi saat berinteraksi dengan mereka.
Dengan demikian, para pimpinan perusahaan memiliki alasan yang kuat untuk khawatir tentang adopsi AI di tempat kerja. Meskipun teknologi ini menawarkan potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan inovasi, kekhawatiran etis dan praktis perlu ditangani dengan serius.
Pada akhirnya, keputusan tentang bagaimana AI akan berperan di tempat kerja akan bergantung pada keputusan CEO, bukan pada karyawan biasa.
Oleh karena itu, penting bagi para pemimpin perusahaan untuk secara hati-hati mempertimbangkan implikasi penggunaan AI dan memastikan bahwa keputusan mereka didasarkan pada kepentingan terbaik perusahaan dan karyawan mereka.