Sergub Larangan Etalase Rokok untuk Kurangi Penyebaran Covid-19, Pengamat: Tidak Relevan
- Seruan Gubernur 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok menuai beragam polemik.
Industri
JAKARTA – Seruan Gubernur 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok menuai beragam polemik. Sejumlah pihak menganggap seruan yang diterbitkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 ini tidak sesuai tujuannya.
Mantan Politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan bahwa Sergub 8/2021 ini sama sekali tidak memiliki implikasi terhadap penyebaran virus Covid-19. Ia justru meminta Gubernur Anies Baswedan untuk fokus mendorong protokol kesehatan di sejumlah ruang publik.
“Sergub ini sama sekali tidak relevan, jangan dihubung-hubungkan dengan pandemi. Masih banyak hal lain terkait penyebaran pandemi yang tidak diurusi Anies Baswedan. Misalnya banyak keramaian di pasar tradisional, kalau ditelusuri banyak sekali pelanggaran protokol kesehatan. Lebih baik Anies Baswedan fokus memperketat itu, daripada mengurusi sesuatu yang tidak relevan,” tegasnya.
- Potensi IHSG Hari Ini Bullish di Akhir September, Berikut Saham Pilihan MNC Asset
- Kurs Dolar Hari Ini: Rupiah Diramal Melemah ke Rp14.280 Dihantui Tapering Off
- NH Korindo Harap IHSG Bergerak Lebih Tinggi, Saham Pilihan Hari Ini: ASII, UNVR, AKRA, JPFA, dan BMRI
- Incar Kursi Presiden Filipina, Pacquiao Resmi Gantung Sarung Tinju
- Kawin Muda Banyak di Masa Pandemi, BKKBN Kuatkan Program KB
Lagipula, menurut Ferdinand, harusnya penindakan dilakukan terhadap keramaian. Menurutnya, Sergub 8/2021 yang terbit Juni lalu ini justru bakal menekan dunia usaha sekaligus mengganggu upaya pemulihan ekonomi yang saat ini tengah jadi fokus pemerintah pusat.
Dampak dari Sergub ini, dalam beberapa minggu belakangan Satpol PP telah banyak melakukan penindakan dengan menutup etalase maupun reklame rokok di minimarket, dan supermarket.
Pemda DKI sebelumnya juga menyatakan akan melakukan penindakan serupa kepada warung-warung kecil, termasuk memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang masih memasang reklame atau memajang etalase rokok. Kebijakan ini bukannya membantu para pelaku usaha tetapi menambah persoalan baru yang sangat meresahkan di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Universitas Padjadjaran Irsyad Kamal mengatakan bahwa Sergub ini tidak relevan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Alih-alih mencegah penyebaran COVID-19, malah mematikan ekonomi masyarakat.
Irsyad justru menilai Sergub ini bakal mengganggu dunia usaha, terutama buat industri hasil tembakau (IHT) dan pelaku usaha ritel baik modern atau tradisional seperti warung. Terutama buat warung yang mengandalkan penjualan rokok sebagai omset terbesarnya. Apalagi jika penindakan yang dilakukan Satpol PP sebagaimana yang dilakukan dengan menutup etalase rokok di minimarket juga dilakukan di warung-warung.
Dalam tataran makro-ekonomi pembatasan yang ketat terhadap IHT dinilai Irsyad juga bukan hanya berdampak terhadap pelaku usaha kecil, melainkan juga berimbas kepada perusahaan rokok. Adapun menurut Irsyad pembatasan-pembatasan terhadap IHT terjadi lantaran pemerintah belum memiliki tujuan yang jelas terhadap IHT.
Kebijakan terhadap IHT tidak bisa sekadar meniru sejumlah negara yang memberlakukan pembatasan secara ketat seperti Amerika Serikat, Singapura dengan menjual rokok dengan harga yang tinggi, melarang penjualan eceran. Karena negara-negara tersebut tidak mengandalkan pendapatan dari IHT.
“Yang saya tegaskan adalah pemerintah perlu punya objektif yang jelas, kalau memang menekankan aspek kesehatan apakah bisa mengkompensasi pendapatan dari IHT. Saat ini penerimaan cukai rokok itu paling besar, kemudian kalau dibatasi secara ketat, perusahaan-perusahaan rokok pasti akan melakukan layoff terhadap pekerjanya,” pungkasnya.