Badai PHK Start Up (Serial 1): Pangkas Ratusan Ribu Karyawan, Perusahaan Teknologi Kehilangan Taji?
- Menilik data dari situs Layoffs.fyi, sejak dua tahun lalu, ada 1.193 start up dari seluruh dunia memberhentikan sejumlah karyawannya
Industri
JAKARTA - Baru-baru ini, Shopee melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 3% karyawan secara global, salah satunya di Indonesia.
Berdasarkan informasi yang dihimpun TrenAsia.com dari sumber yang enggan disebut namanya, PHK dilakukan Shopee Indonesia pada hari yang sama. Sesaat setelah pemberitahuan PHK, pegawai terimbas diminta langsung mengembalikan aset dan mendapat pesangon.
Status pegawai tak menjadi jaminan apakan karyawan yang bersangkutan akan terkena badai PHK atau tidak. Sebab, karyawan yang diberhentikan terdiri dari karyawan tetap dan kontrak.
Tak hanya itu, sejumlah divisi dikabarkan dibubarkan alias tak lagi beroperasi. Karyawan yang tersisa di divisi yang dibubarkan masih menunggu untuk ditempatkan pada divisi lain.
Sebetulnya, badai PHK start up teknologi global mulai terlihat sejak ppandemi terjadi dua tahun lalu. Namun pada pertengahan tahun, jumlah PHK terlihat semakin masif.
Menilik data dari situs Layoffs.fyi, sejak dua tahun lalu, ada 1.193 start up dari seluruh dunia memberhentikan sejumlah karyawannya. Setidaknya tercatat sekitar 176.481 karyawan start up yang kehilangan pekerjaan.
Pada 2020, badai PHK start up mulai tampak pada kuartal pertama tahun 2020. Berdasarkan grafik, ada setidaknya kisaran 9.628 pegawai dari 121 perusahaan start up terkena PHK.
Angka ini melonjak pada kuartal kedua, yakni 60.122 orang dari 427 perusahaan kehilangan pekerjaan. Perlu diketahui, pemutusan hubungan kerja ini terjadi lantaran kala itu pandemi sedang tinggi sehingga seluruh dunia memberlakukan pembatasan.
Imbas pembatasan, ekonomi terguncang dan sejumlah pasar dari beberapa sektor ikut terguncang. Alhasil, pailit tak dapat dihindari dan sejumlah bisnis bahkan harus berhenti.
Pada kuartal ketiga 2020, angka PHK menurun drastis dan melandai hingga kuartal pertama tahun 2022. Namun pada kuartal kedua 2022, jumlah badai PHK global kembali melonjak. Sebanyak 38 ribu karyawan dari 294 perusahaan kembali kehilangan pekerjaan.
Hal ini terus berlanjut hingga kuartal ketiga tahun 2022 yang mencatatkan kisaran 32 ribu karyawan dari 362 perusahaan startup dipecat dari pekerjaannya. Fenomena ini kemudian menggarisbawahi bahwa sejumlah start up kini tak lagi dibanjiri oleh pendanaan.
Analis PWC India, Amit Nawka membenarkan bahwa PHK start up memang dipicu oleh pendanaan yang kini makin mengering.
“Dengan pendanaan yang mulai mengering karena faktor ekonomi makro global, ekosistem startup di India bersiap untuk “musim dingin yang panjang dan pahit” dan potensi PHK massal dalam 12-18 bulan ke depan, terutama di sektor-sektor seperti ed-tech dan game yang mendapat dorongan signifikan selama pandemi,” ujar Nakwa seperti dikutip TrenAsia.com dari The Hindustan Selasa, 20 September 2022.
Ia menambahkan, PHK merupakan salah satu cara untuk memangkas biaya. Selama ini, ia melihat bawha mayoritas start up mengalami kerugian karena membutuhkan waktu untuk menjadi layak secara ekonomi dan menguntungkan.
Selama kurang lebih dari lima tahun menjadi tren, sejumlah start up tak memiliki sumber keuangan yang mapan lantaran siklus bisnis yang makin menurun. Sebab jika dibandingkan dengan perusahaan multinasional, start up tak cukup mapan dan memiliki banyak sumber daya keuangan.
Penyebabnya, sejumlah start up belum memiliki banyak sumber daya keuangan dan menjalankan bisnis yang terdiversifikasi sehingga mampu mengelola risiko dan faktor eksternal yang mempengaruhi bisnis mereka secara negatif.
Di sisi lain, CEO pendiri platform kerja fraksional Continuum, Nolan Crunch mengatakan alasan mengapa perusahaan melakukan PHK seperti dikutip dari Tech Crunch .
Adanya iklim bisnis yang semakin buruk, strategi yang buruk bahkan keduanya mendorong startup untuk melakukan PHK. Ia juga mengatakan bahwa badai PHK yang melanda startup dalam dua tahun terkhir merupakan hal yang biasa.
Namun jika ada perusahaan startup yang melakukan pemutusan hubungan kerja dalam waktu kurang dari dua minggu, itu merupakan hal yang tak bisa dimaafkan.
“PHK terpisah dua tahun tidak mengejutkan saya. Biasanya, CEO perusahaan tahap awal dioptimalkan untuk landasan pacu dua hingga tiga tahun,” kata Crunch.
Ia menambahkan, PHK pertama adalah ketika mereka awalnya bergeser arah. Sebagai bagian dari gelombang itu, sejumlah pereusahaan startup kemungkinan besar mengubah arah dan membuat taruhan baru. PHK kedua disebabkan oleh taruhan itu tidak membuahkan hasil.
Sektor Dominan
Masih berdasarkan data dari Layoff.fyi, start up dari sektor makanan menjadi yang paling banyak memecat karyawan. Berdasarkan catatan, ada setidaknya 11.436 karyawan yang bekerja pada start up makanan kehilangan pekerjaan.
Kedua, ada sektor transportasi yang mencatat pengurangan karywan kisaran 9566 orang. Start up retail menempati urutan ketiga dengan jumlah 7.889 orang yang terkena PHK. Disusul oleh startup keuangan dengan julah PHK mencapai 7.436.
Urutan ke enam, ada start up kesehatan yang mencatat angka PHK kisaran 7.348 pekerja. ke tujuh, ada startup real estate dengan jumlah pengurangan karyawan kisaran 5.674 orang. Dibelakangnya, ada start up edukasi, fitness, dan kripto dengan masing-masing jumlah PHK mencapai kisaran 4.000 karyawan.
Tiga terbawah, ada start up yang bergerak di bidang konsumer dengan jumlah 3.200 karyawan di PHK, startup travel dengan jumlah 667 orang. Terakhir, ada start up konstruksi dengan jumlah PHK 280 orang.