Al Janoub Stadium
Dunia

Serial Piala Dunia 3: Di Balik Teknologi Canggih dan Stadion Megah, Piala Dunia Qatar Menyimpan Banyak Duka

  • Tepat tanggal 20 November 2022, gelaran empat tahunan Piala Dunia akan digelar untuk pertama kalinya di Timur Tengah. Laga pembuka nanti akan mempertemukan tuan rumah Qatar dengan Ekuador.
Dunia
Feby Dwi Andrian

Feby Dwi Andrian

Author

JAKARTA - Tepat tanggal 20 November 2022, gelaran empat tahunan Piala Dunia akan digelar untuk pertama kalinya di Timur Tengah. Laga pembuka nanti akan mempertemukan tuan rumah Qatar dengan Ekuador.

Kurang lebih selama satu bulan ke depan sampai dengan tanggal 18 Desember 2022, semua mata dunia akan tertuju pada gelaran yang kabarnya menghabiskan dana hingga US$220 miliar.

Namun dibalik kemegahan yang tersaji pada sarana prasarana stadion yang akan digunakan untuk pertandingan, tersimpan banyak duka hingga kontroversi yang menyelimuti Piala Dunia pada tahun ini.

Abdus Salam seorang anak dari pekerja konstruksi di Qatar yang bernama Mosharraf Hossen menceritakan secara gamblang kepada ESPN bagaimana ayahnya sangat menderita untuk selamat dari pekerjaan konstruksi yang sedang ia jalankan.

"Dia berharap untuk mendapatkan kebahagiaan dan pendapatan yang lebih baik saat pergi ke Qatar," kata Salam yang mengingat-ngingat lagi ucapan ayahnya kepada Jeremy Schaap dari ESPN, Minggu, 13 November 2022.

Salam melanjutkan, bahwa ayahnya bercerita setelah ia mendapatkan pekerjaan di stadion, para pemberi kerja tidak membayarnya secara wajar.

Lebih lanjut, Salam bercerita pada Agustus 2018 silam, suhu panas di Qatar mencapai 115-120 derajat celcius, dan pada saat itu pula Hassan dinyatakan meninggal dunia.

Masalah tak berhenti sampai disitu saja, sertifikat kematian milik Hossen menyatakan bahwa Hossen meninggal karena serangan jantung dan gagal ginjal.

Keluarga Hossen hanya menerima US$686 dari pemberi kerja, tapi tidak mendapatkan apa-apa dari pemerintah Qatar.

"Alasan yang ditunjukkan pada sertfikat kematian itu adalah serangan jantung dan juga stroke. Tapi kami tidak percaya itu. Mereka (pihak pemberi kerja & pemerintah Qatar) tidak ingin memberikan keterangan lebih lanjut bagaimana ayah kami tewas," kata Salam.

Sementara itu, menurut Pemerintah Qatar ada kurang lebih 15.000 kematian warga asing di negara tersebut, terhitung sejak 2010, namun hanya 39 orang yang berelasi dengan pekerjaan dan dari angka-angka tersebut tak ada yang berkaitan dengan cuaca panas.

Bagaimanapun, sebuah laporan independen menemukan bahwa ada kurang lebih 6.500 kematian pekerja migran yang terjadi setelah Qatar memenangkan undian untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia.

6.500 Pekerja Migran Tewas

Pada Februari 2021, BBC seperti dikutip dari The Guardian menyebutkan bahwa ada kurang lebih 6.500 pekerja migran, dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh dan Sri Lanka tewas, saat Qatar memenangkan undian untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Angka itu merujuk pada beberapa data yang terkumpul dari kedutaan besar negara-negara itu yang ada di Qatar.

Namun, Pemerintah Qatar membantah bahwa angka tersebut sepenuhnya tidak benar. Karena angka itu tak sepenuhnya berhubungan dengan projek pembangunan infrastruktur di Piala Dunia.

Pemerintah Qatar menyebut bahwa angka tersebut adalah para pekerja yang sudah bekerja di sana selama beberapa tahun dan meninggal karena faktor usia.

Lebih lanjut, Pemerintah Qatar juga mengklaim bahwa insiden yang terjadi dari tahun 2014-2020 adalah sebanyak 37 kematian di antara para pekerja, dan hanya 3 kematian saja yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur.

Kendati demikian, International Labour Organization (ILO) menyebut bahwa ada kesalahpahaman. ILO menyebut Pemerintah Qatar tidak menghitung kematian dari serangan jantung atau masalah pernapasan karena bekerja di bawah cuaca yang sangat panas dan mengerjakan pekerjaan yang tidak mudah.

Adapun, beberapa fasilitas kesehatan di Qatar juga mengklaim bahwa banyak pekerja migran yang mengalami serangan jantung hingga masalah pernapasan.

Data dari fasilitas kesehatan di Qatar menyebutkan kurang lebih ada 50 pekerja migran yang tewas dan lebih dari 500 lainnya mengalami luka berat di tahun 2021, sementara ada kurang lebih 37.600 menderita luka ringan hingga sedang.

BBC Arabic juga mengumpulkan bukti bahwa Pemerintah Qatar keliru dalam melaporkan jumlah korban tewas saat pengerjaan infrastruktur tersebut.

Seperti diberitakan BBC, semenjak Qatar memenangkan undian untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, kelompok pejuang hak asasi manusia memberikan kritik bagaimana pemerintah Qatar memperlakukan para tenaga kerja asing tersebut.

Pada tahun 2016 silam, Amnesty Internasional menuduh perusahaan-perusahaan di Qatar memperlakukan tenaga kerja tersebut secara semena-mena.

Amnesty Internasional membeberkan bahwa banyak para pekerja tinggal di akomodasi yang jorok, kemudian dipaksa membayar biaya perekrutan yang sangat besar hingga gaji para pekerja dipotong dan paspor mereka disita.

Namun, pada tahun 2017 pemerintah Qatar telah memperkenalkan beberapa langkah untuk melindungi para pekerja asing dari cuaca panas serta membatasi jam kerja dan memperbaiki kondisi dimana mereka tinggal untuk sementara waktu.

Kemudian, pada tahun 2021, kelompok hak asasi manusia (Human Rights Watch) menemukan bahwa banyak pekerja asing masih menderita terkait pengurangan upah yang bersifat hukuman dan ilegal serta mengalami gaji yang tidak dibayar sama sekali.

Sebagai informasi, perusahaan-perusahaan di Qatar menjalankan sebuah sistem yang bernama "kafala", dimana mereka menarik masuk dan mensponsori para pekerja asing ke Qatar namun kemudian, mencegah para pekerja untuk meninggalkan pekerjaan mereka.

Tapi, dibawah tekanan dari ILO dan kelompok hak asasi manusia, pemerintah Qatar mengaku sudah menghapus sistem tersebut. Namun, Amnesty International mengklaim bahwa perusahaan diam-diam masih mempraktekkan sistem tersebut.

Amnesty Internasional juga memperingatkan bahwa kemajuan dalam hal reformasi tenaga kerja tidak boleh berhenti ketika gelaran Piala Dunia ini selesai.

Kendati demikian, saat ini Pemerintah Qatar telah bekerja sama dengan ILO untuk memperkenalkan sejumlah reformasi. Termasuk skema perlindungan upah yang dirancang untuk memastikan pemberi kerja membayar upah pekerja tepat waktu.

Menurut sebuah sumber yang tidak disebutkan namanya memberitahukan kepada BBC, bahwa reformasi tersebut meningkatkan kondisi kerja sebagian besar pekerja asing di Qatar.

"Kemajuan yang signifikan untuk memastikan reformasi itu ditegakkan telah berjalan secara efektif. Jumlah perusahaan pelanggar aturan akan terus menurun saat tindakan penegakan dilakukan," kata sumber tersebut.

Sementara itu, seperti diberitakan ESPN, Asisten Wakil Menteri Tenaga Kerja Qatar Mohammed al-Obaidly mengatakan akan ada kompensasi serta pembayaran terkait kematian atau kecelakaan kerja.

"Negara ini telah menerapkan undang-undang ketenagakerjaan yang baru, serta menyiapkan kurang lebih dana US$150 juta untuk menyelesaikan permasalah perselisihan gaji dan menaikkan upah minimum bulanan menjadi US$275," kata Obaidly.

Menurutnya, gelaran Piala Dunia yang akan berakhir pada Desember 2022 akan mereformasi beberapa ketentuan dalam hal, termasuk soal ketenagakerjaan.

"Tentunya, kami akan terus mengembangkan dan mengevaluasi terkait ketenagakerjaan. Serta kami tidak akan menerapkannya hanya untuk Piala Dunia saja," katanya.