Reforma Agraria Bali dari Tahun ke Tahun
Nasional

Serikat Buruh dan Petani: Jokowi Langgar Reforma Agraria

  • Sebagai contoh kasus Rempang yang terdapat konflik agraria di dalamnya, bagaimana masyarakat menolak untuk digusur dari tanahnya sendiri.

Nasional

Ilyas Maulana Firdaus

JAKARTA — Partai buruh dan Serikat Petani Indonesia (SPI) menyebut reforma agraria dimanipulasi dan langgar konstitusi selama dua periode Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ketua Umum SPI, Henry Saragih, menyebutkan reforma agraria telah dimanipulasi dengan adanya kegiatan perombakan struktur agraria yang timpang, menjadi lebih timpang lagi. Ditambah, konflik agraria semakin meningkat dengan permasalahan perampasan tanah masyarakat. 

“Tidak ada penyelesaian konflik agraria dengan komprehensif dan luas,” kata Henry dikutip Rabu, 25 September 2024.

Data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kantor Staf Kepresidenan Republik Indonesia, mencatat terdapat 1.385 kasus dari masyarakat yang mengadu mengenai konflik agraria sepanjang tahun 2016 hingga 2023. Dari total keseluruhan jumlah laporan tersebut, ada sekitar 70 lokasi yang sudah ditetapkan menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA).

Namun, perjalanan redistribusi tanah serta penyelesaian konflik pada LPRA hingga Februari 2024 baru sebanyak 24 LPRA,dengan demikian tersisa 46 LPRA yang belum selesai. Terlebih dengan 1.361 lokasi aduan adanya konflik agraria tidak terselesaikan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Buruh, Ferri Nuzarli, tegas mengatakan bahwasanya reforma agraria harus digiring pada upaya perombakan struktur penguasaan agraria yang timpang. Serta menekankan pemerintah perlu memastikan land reform dengan membagikan tanah untuk rakyat yang tidak memiliki tanah.

“Pemerintah harus bisa memastikan land reform yakni membagikan tanah untuk rakyat yang tak bertanah, seperti petani gurem untuk usaha-usaha pertanian, pembudidaya dan petambak perikanan demi kedaulatan pangan, maupun untuk perumahan dan permukiman serta fasilitas sosial bagi masyarakatnya,” ucapnya.

Selain itu, Sekjen Partai Buruh ini menuntut pemerintah untuk menghentikan Proyek Strategis Nasional (PSN), dikarenakan mengakibatkan penggusuran tanah rakyat dan membabat hutan hujan Indonesia. Proyek-proyek itu meliputi proyek food estate, real estate, pemberhentian pasar tanah melalui lembaga Bank Tanah, dan pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), serta Hak Pakai kepada korporasi.

Said Iqbal, Presiden Partai Buruh, mengungkapkan reforma agraria harusnya berpihak pada rakyat, terlebih kepada petani gurem atau petani yang memiliki lahan tidak lebih dari 0,5 hektare. Menurutnya, penguasaan tanah selama ini dikuasai oleh segelintir elite saja, dengan keadaan jutaan masyarakat hidup tanpa kepastian lahan.

"Jika tanah pertanian terus dikuasai oleh korporasi besar serta dialihfungsikan demi proyek komoditas ekspor, maka ketahanan pangan di Indonesia terancam menjadi rapuh. Setiap tahun Indonesia semakin bergantung pada impor pangan, sementara para petani akan kehilangan akses ke tanah yang seharusnya menjadi sumber kehidupan mereka,” ucapnya.

Rempang Sebagai Contoh Kasus Konflik Agraria

Sebagai contoh kasus Rempang yang terdapat konflik agraria di dalamnya, bagaimana masyarakat menolak untuk digusur dari tanahnya sendiri. Niatnya, Rempang akan dijadikan kawasan ekowisata, dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No 78 Tahun 2023 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.

Perpres ini secara tidak langsung menjadi dua bilah mata pedang, aturan kebijakan baru ini memang menawarkan ganti rugi untuk masyarakat yang terkena dampak penggusuran, tetapi dengan syarat telah menduduki lahan selama sepuluh tahun. Namun, penolakan kerap terjadi dari masyarakat bukan karena urusan ganti rugi, lebih dari itu, masyarakat yang bertahan beralasan tidak mau digusur dari tanah adat mereka.

Selain itu, Perpres juga menjadi wadah atas segala aktivitas pengadaan tanah dengan alasan proyek nasional. Dengan alasan proyek strategis nasional tersebut, pemerintah dapat dengan mudah untuk melepas tanah negara kepada pihak ketiga atau investor, serta dapat meluluh lantahkan lahan rakyat dengan tanpa hambatan