Seorang Pria Memegang Sebatang Rokok di Tangannya di London, Inggris (Reuters/Maja Smiejkowska)
Nasional

Serikat Pekerja Tembakau di Jatim Sambut Positif Cukai Rokok Tak Naik

  • Langkah ini dinilai penting dalam menjaga keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah berbagai tantangan berat yang dihadapi.

Nasional

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2025 mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Jawa Timur. 

Langkah ini dinilai penting dalam menjaga keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah berbagai tantangan berat yang dihadapi.

Ketua Pengurus Daerah FSP RTMM-SPSI Jawa Timur, Purnomo, memberikan tanggapan terkait keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT 2025. “Kita sangat mengapresiasi keputusan pemerintah ini karena sudah sepatutnya kenaikan cukai rokok tahun 2025 itu tidak ada. Keputusan ini penting untuk menjaga keberlangsungan IHT dan melindungi lapangan kerja yang ada,” terangnya.

Saat ini, kami masih menunggu peraturan resmi CHT 2025 diterbitkan oleh pemerintah agar terdapat kepastian. “Keputusan pemerintah ini juga sejalan dengan rekomendasi dari Bupati dan Walikota se-Jawa Timur yang meminta agar tidak ada kenaikan cukai CHT dengan mempertimbangkan kelangsungan lapangan kerja di IHT,” kata Purnomo.

Namun, Purnomo juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kemungkinan adanya kenaikan cukai yang drastis pada tahun 2026. Ia menegaskan bahwa pemerintah kerap mengeluarkan aturan yang memberatkan IHT sehingga dapat berdampak negatif bagi pekerja. “Kebijakan dan aturan Pemerintah sering memberatkan IHT dan dampaknya itu langsung ke pekerja,” ucapnya.

Tidak hanya kenaikan cukai, aturan lain seperti Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) juga sangat menyudutkan IHT. Oleh karena itu, Purnomo mendorong dilakukannya revisi PP Kesehatan yang mengatur larangan zonasi penjualan dan larangan pembatasan iklan rokok. Tak hanya itu, pihaknya juga meminta pembatalan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) yang akan mengatur kemasan rokok polos tanpa merek. Kedua aturan itu dianggap sangat berdampak negatif bagi keberlangsungan mata pencaharian pekerja.

“Pemerintah harus merevisi PP 28/2024 dan membatalkan Rancangan Permenkes karena berdampak buruk sekali bagi para pekerja yang menggantungkan nasibnya di industri tembakau,” tegasnya.

Purnomo melanjutkan pihaknya berharap suara dari para pekerja akan didengar dan diambil sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang lebih baik di masa depan. “Rekomendasi dari Bupati dan Walikota se-Jawa Timur kepada Presiden Jokowi untuk tidak menaikkan tarif CHT mencerminkan kepedulian terhadap IHT yang vital di daerah ini,” terangnya.

Desakan anggota FSP RTMM-SPSI Jawa Timur ini menunjukkan kebutuhan untuk mempertimbangkan keberlangsungan industri tembakau dan memberikan perlindungan bagi tenaga kerja. “Dengan dukungan pemerintah daerah, diharapkan upaya ini dapat mendorong kebijakan yang seimbang antara kesehatan masyarakat dan aspek-aspek lainnya, termasuk ekonomi dan sosial,” tutupnya.