Ilustrasi Suap
Nasional

Serupa Tapi Tak Sama, Pahami Perbedaan Gratifikasi dan Suap

  • Kata gratifikasi dan suap sudah tidak asing terdengar di telinga masyarakat. Kasusnya juga banyak ditemukan di Indonesia, bahkan bak jamur di musim hujan

Nasional

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Kata gratifikasi dan suap sudah tidak asing terdengar di telinga masyarakat. Kasusnya juga banyak ditemukan di Indonesia, bahkan bak jamur di musim hujan. Kasus itu salah satunya menimpa Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang menerima suap terkait izin ekspor benih lobster.

Kemudian dalam perkara gratifikasi menimpa seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo dan istrinya, Ernie Meike Torondek. Dalam persidangan keduanya didakwa menerima gratifikasi Rp 16,6 miliar. Lantas, apa perbedaan dari kedua perbuatan tersebut antara suap dengan gratifikasi?

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), suap dapat diartikan menjadi dua arti. Pertama diartikan sebagai makanan yang dimasukkan ke mulut dengan tangan. Kemudian arti kedua ialan uang sogok. 

Arti kedua inilah yang relevan terkait kasus suap. KBBI juga mencantumkan kata menyuap yang salah satu artinya yaitu memberi uang sogok; menyogok; menyuapi dimana sebenarnya uang sebanyak itu disediakan untuk orang-orang yang berpengaruh.

Merujuk Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980, disebutkan bahwa suap merupakan suatu hal memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.

Kemudian dalam Pasal 3 disebutkan bahwa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum merupakan perbuatan melawan hukum yang diancam pidana.

Gratifikasi diartikan oleh KBBI sebagai uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Kemudian dalam Buku Mengenal Gratifikasi yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), kata tersebut diartikan sebagai semua pemberian yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara sehingga dianggap netral. Gratifikasi juga disebut sebagai suap yang tertunda atau juga suap terselubung.

Pemberian dalam arti luas, yakni contoh gratifikasi adalah meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. 

Contoh gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik

Perbedaan Suap dan Gratifikasi

Suap terjadi jika pengguna jasa secara aktif menawarkan imbalan kepada petugas layanan dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur seperti dilansir dari laman ACLC KPK. Suap terjadi beriringan dengan pemerasan sebab bisa jadi petugas meminta lebih kepada pengguna jasa untuk melancarkan urusannya. 

Adapun gratifikasi terjadi apabila pihak pengguna layanan memberi sesuatu kepada pemberi layanan secara Cuma-Cuma tanpa maksud apa-apa. Namun di balik itu, gratifikasi diberikan untuk menggugah hati petugas layanan, agar di kemudian hari tujuan pengguna jasa dapat dimudahkan. 

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan suap dan pemerasan akan terjadi jika terjadi transaksi atau deal antara kedua belah pihak. Berbeda dengan gratifikasi, yang tidak ada kesepakatan di antara keduanya karena pemberi hanya memberi cuma-cuma untuk memancing hati petugas untuk dilancarkan.

Dalam suap terdapat janji di antara keduanya. Namun dalam gratifikasi tidak ada hal yang dipernjanjikan oleh kedua pihak. Gratifikasi dapat menjadi suap apabila gratifikasi pihak yang bersangkutan baik pemberi ataupun penerima memiliki hubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan hak yang bersangkutan.