ilustrasi pailit
Hukum Bisnis

Serupa Tidak Sama, Menilik Perbedaan Bangkrut dan Pailit

  • Kedua istilah itu kerap muncul dalam dunia bisnis di mana merujuk pada suatu keadaan yang menggambarkan usaha dalam kondisi tidak baik-baik saja. Lantas bagaimana perbedaan antara pailit dan bangkrut?

Hukum Bisnis

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA - Istilah pailit dan bangkrut terkadang diasumsikan masyarakat sebagai hal yang masa. Padahal keduanya merupakan kondisi yang berbeda meski terkadang juga dibilang serupa namun tidak sama. 

Kedua istilah itu kerap muncul dalam dunia bisnis di mana merujuk pada suatu keadaan yang menggambarkan usaha dalam kondisi tidak baik-baik saja. Lantas bagaimana perbedaan antara pailit dan bangkrut? Pailit atau kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Adapun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kepailitan sebagai keadaan atau kondisi seseorang atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada si piutang

Syarat utama untuk dapat dinyatakan pailit adalah bahwa seorang Debitur mempunyai paling sedikit dua Kreditor dan tidak membayar lunas salah satu utangnya yang sudah jatuh tempo. 

Dengan adanya putusan pernyataan pailit tersebut, diharapkan agar harta pailit Debitor dapat digunakan untuk membayar kembali seluruh utang Debitor secara adil dan merata serta berimbang.

Permohonan pailit dapat diajukan oleh kreditur maupun debitur ke Pengadilan Niaga setempat. Persidangan kepailitan akan dilakukan minimal 20 hari setelah pendaftaran. Apabila nantinya dalam sidang debitur dinyataka pailit oleh pengadilan, maka maka harta atau aset milik perusahaan harus dijual untuk melunasi tanggungannya kepada kreditur sesuai undang-undang atau keputusan pengadilan.

Dalam kondisi demikian, debitur yang statusnya dipailitkan oleh pengadilan dapat mengajukan upaya hukum kasasi dan penijauan kembali (PK).  Para pihak yang ingin mengajukan kasasi diberikan waktu paling lambat delapan hari sejak putusan pernyataan pailit dibacakan. Kasasi diajukan dengan mendaftarkannya kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit. 

Adapun upaya hukum PK dapat diajukan apabila setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di Pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan atau dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. 

Pengajuan peninjauan kembali apabila ditemukan bukti baru bisa dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 180 hari setelah tanggal putusan berkekuatan hukum tetap.

Beralih pada bangkrut, KBBI mengartikannya sebagai menderita kerugian besar hingga jatuh (tentang perusahaan, toko, dan sebagainya). Bangkrut juga bisa diartikan sebagai gulung tikar dan habis harta bendanya. Perusahan bangkrut dapat terjadi karena berbagai sebab seperti misal keuntungan tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan.

Terdapat dua faktor penyebab kebangkrutan berdasarkan sidang Mahkamah Konstitusi pada perkara No 18/PUU-VI/2008. Pertama yaitu faktor dari luar yang di luar kuasa perusahaan seperti adanya kebijakan dari International Monetary Fund (IMF) yang menutup bank di Indonesia saat terjadi krisis moneter. 

Faktor kedua yaitu salah manajemen yang berdampak pada pekerja dan buruh. Dalam kondisi bangkrut, keuangan dari perusahaan dapat dipastikan dalam kondisi tidak sehat. Namun apabila pailit, kondisi keuangan dari perusahaan bisa jadi masih sehat tapi karena berbagai sebab tidak membayar utangnya kepada krediturnya. 

Kondisi pailit bisa membawa perusahaan ke arah kebangkrutan sebab aset-asetnya akan digunakan untuk membayar utang. Terlebih jika aset tersebut tidak sebanding dengan tanggungan utangnya.