<p>Keysha (8) mengikuti pelajaran secara online didampingi ibundanya di gerai ayam krispy tempat ibunya bekerja, di Jalan Bukit Duri Tanjakan, Gang Langgar, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Juli 2020. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Setahun Pandemi: Cacat Pembelajaran Jarak Jauh untuk Dunia Pendidikan

  • JAKARTA – Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia membuat lebih dari 600.000 sekolah harus tutup dan menyebabkan sekitar 60 juta anak harus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah. Nahasnya, ada banyak anak di Indonesia yang tidak mampu belajar melalui daring. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap pendidikan di Indonesia. Beberapa di antaranya yakni […]

Nasional

Reky Arfal

JAKARTA – Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia membuat lebih dari 600.000 sekolah harus tutup dan menyebabkan sekitar 60 juta anak harus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah.

Nahasnya, ada banyak anak di Indonesia yang tidak mampu belajar melalui daring. Hal ini menimbulkan beberapa implikasi terhadap pendidikan di Indonesia.

Beberapa di antaranya yakni menurunnya motivasi belajar dan kembali ke sekolah, menurunnya kemampuan literasi dan numerasi, dan ancaman putus sekolah karena anak harus bekerja dan atau menikah dini.

Studi Global Save The Children Juli 2020 di 46 negara, khususnya Indonesia, mengindikasikan terdapat 8 dari 10 anak tidak dapat mengakses bahan pembelajaran yang memadai. Sementara, 4 dari 10 anak kesulitan memahami pekerjaan rumah. Selain itu, minimal 1% anak tidak belajar apapun selama PJJ.

“Tahun 2021 ini harus menjadi tahun yang memastikan anak tetap mendapatkan akses belajar yang berkualitas. Sebab, pendidikan merupakan hak anak yang harus dipenuhi dan juga kunci membangun generasi Indonesia,” kata CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung, dalam keterangan resmi.

Penerapan PJJ juga bukanlah hal yang mudah, beberapa tantangan dihadapi oleh anak, guru, dan orang tua. Seperti terbatasnya materi, alat, akses terhadap pembelajaran dan pengajaran, infrastruktur yang tidak merata yakni akses internet, jalan, bahkan listrik. Di samping itu, keterampilan guru untuk melakukan PJJ, kapasitas orang tua mendampingi anak belajar, serta kemampuan anak beradaptasi dan belajar mandiri.

Selain itu, tantangan terbesarnya adalah menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman untuk anak. Studi Global Save the Children menemukan dua pertiga atau 63% anak perempuan lebih banyak dibebani tugas rumah, dibanding anak laki-laki sebesar 43% saja.

Hal ini juga relevan dengan pengakuan 23% orang tua yang mengasuh dalam kondisi tertekan karena situasi pandemi. Sedangkan 1 dari 8 orangtua menyatakan telah terjadi kekerasan di rumahnya. Suara anak yang ingin sekolah/madrasah segera dibuka karena takut dikawinkan pun, juga patut menjadi perhatian.

Mengatasi tantangan tersebut, penguatan kemampuan resiliensi (beradaptasi dan bertahan) serta berinovasi dalam proses pembelajaran dan pengajaran dalam sektor pendidikan sangat diperlukan.