<p>Ilustrasi: Warga mengenakan APD usai berbelanja di supermarket tenant Lippo Mall Puri, Jakarta Barat, Rabu 3 Juni 2020/Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Setelah Mal, Kini Giliran Pengusaha Ritel Protes PSBB Ketat Anies

  • Aprindo berharap sektor ritel modern dan juga mall tetap beroperasi secara normal dengan tidak membatasi jam operasional.

Nasional
Drean Muhyil Ihsan

Drean Muhyil Ihsan

Author

JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) protes atas kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat yang diambil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pengusaha khawatir kebijakan tersebut menimbulkan keterpurukan lebih dalam bagi sektor ritel modern dan mal.

Ketua Umum DPP Aprindo Roy N. Mandey meminta PSBB ketat yang akan diberlakukan nanti dibedakan pada saat April lalu. Ia berharap sektor ritel modern dan juga mal tetap beroperasi secara normal dengan tidak membatasi jam operasional.

“Jadi masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya di tengah situasi PSBB ketat yang akan diberlakukan,” ujarnya melalui keterang pers yang diterima TrenAsia.com, Jumat 11 September 2020.

Ia juga menuntut kebijakan Anies tidak digeneralisasi kepada semua sektor. Yang utama baginya adalah pelaku usaha menjalankan protokol kesehatan dalam proses membangkitkan ekonomi, khususnya di sektor perdagangan ritel modern.

Poin Pertimbangan Aprindo Atas Aturan PSBB Ketat

  • Mal dan ritel modern bekerja sama dengan baik dalam menjalankan Protap COVID-19 secara ketat dan terukur. Bagi pengunjung, mereka harus melalui dua kali pemeriksaan, saat masuk mal dan toko ritel modern. Ini sudah masuk juga dalam Standar Operation Procedure mal dan toko ritel modern.
  • Mal dan ritel modern bukan pembentuk cluster COVID-19. Sebab pergerakan jumlah pengunjung ke mal dan ritel saat ini relatif masih stagnan.
  • Mal dan ritel modern yang beroperasi, menambah kapasitas pada kontribusi konsumsi masyakarat yang berdampak pada PDB untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi yang terpuruk.
  • Adanya berbagai pelaku usaha lainnya, yang turut bergerak karena mal dan ritel modern tetap beroperasi.
  • Mengurangi potensi para pekerja di mal dan ritel modern akan dirumahkan ulang hingga keputusan akhir terjadinya PHK, yang di ujungnya adalah semakin lemahnya daya konsumsi.
  • Menghindari potensi ‘panic buying’ bagi masyarakat yang menjadi paranoid. Hal ini memicu ketidakseimbangan dalam system inventory dan logistik yang diatur dengan baik selama ini.
  • Mendukung kebijakan publik bukan hanya imbauan saja melainkan tindakan tegas atas dasar hukum sebagai efek jera bagi siapapun masyarakat yang tidak disiplin dan melanggar protokol COVID-19. (SKO)