Setelah RI Tak Lagi Impor Sampah Plastik
- Kementerian Lingkungan Hidup (LH) membuat gebrakan dengan menyetop impor sampah plastik mulai 2025. Pemerintah memastikan tidak akan menerbitkan rekomendasi baru untuk impor sampah tersebut.
Nasional
JAKARTA—Indonesia diketahui menjadi salah satu negara pengimpor sampah plastik terbesar di dunia. Pada 2022, RI tercatat menimbun sampah plastik dari luar negeri mencapai 194 ribu ton. Kondisi ini membuat problem sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) semakin menjadi-jadi.
Namun Kementerian Lingkungan Hidup (LH) membuat gebrakan dengan menyetop impor sampah plastik mulai 2025. Pemerintah memastikan tidak akan menerbitkan rekomendasi baru untuk impor sampah tersebut. “Tidak ada lagi impor sampah plastik, selesai tahun ini,” ujar Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 4 November 2024.
Menteri menegaskan kebijakan itu diambil untuk menyelesaikan problem TPA di sejumlah wilayah yang melebihi kapasitas. Menurut Hanif, rencana penghentian impor sampah plastik merupakan instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto. “Beliau (Prabowo) meminta kami menghentikan impor sampah plastik,”ujar Menteri LH.
Hanif mengatakan Indonesia tidak perlu menerima impor sampah plastik karena ketersediaan di TPA sebenarnya melimpah ruah. Sampah tersebut, imbuhnya, dapat dipilah dan didaur ulang masyarakat maupun industri.
Informasi yang dihimpun TrenAsia.com, Indonesia selama ini menjadi tujuan ekspor sampah plastik sejumlah negara besar seperti Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat. Negara tetangga seperti Singapura dan Australia juga menjadi penyumbang sampah plastik signifikan bagi Indonesia.
Kementerian LH membeberkan selama ini Indonesia menjadi tujuan strategis lantaran lebih ekonomis. Hanif mengatakan negara eksportir sampah plastik harus mengeluarkan biaya mahal untuk membakar sampah di negaranya. “Jadi akhirnya dibuang ke Indonesia. Mereka bayar lebih murah ke orang Indonesia yang mau impor,” ujar Hanif.
Menurut Hanif, sudah saatnya Indonesia dapat mengelola sampahnya sendiri untuk menjadi sumber bahan baku daur ulang. Dalam 100 hari awal pemerintahannya, sang menteri akan fokus menyelesaikan permasalahan di tiga TPA salah satunya TPA Banjarbakula. “Paling tidak tiga TPA dulu yang akan kami selesaikan, nanti kami koreksi,” ujarnya.
Butuh Dana Jumbo
Masalahnya, mengelola sampah plastik tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh dana ekstra besar untuk penanganan limbah plastik dari hulu hingga hilir. Organisasi nirlaba berbasis di Singapura, Alliance to End Plastic Waste, pernah menghitung dana yang dibutuhkan untuk menangani sampah plastik di RI mencapai US$2,1 triliun atau sekitar Rp32.331 triliun.
Angka itu setara 10 kali lipat belanja negara dalam RAPBN 2025 yakni Rp3.613,1 triliun. Senior Advisor AEPW, Thomas Chhoa, mengatakan kebutuhan pendanaan dapat ditekan dengan memprioritaskan daur ulang dalam manajemen limbah.
“Pemangku kepentingan perlu memastikan ketersediaan pendanaan dalam penanganan sampah plastik,” katanya dalam acara Indonesia Internasional Sustainability Forum 2024 di Jakarta, belum lama ini. Selain pendanaan, kebijakan yang mendorong masyarakat untuk dapat memilah sampah juga penting untuk penanganan limbah plastik.
Baca Juga: Dunia Didorong Capai Kesepakatan Global Atasi Polusi Plastik
Di samping itu, swasta juga harus berkontribusi menciptakan model bisnis yang memasukkan limbah plastik kembali masuk ke proses produksi. “Dalam manajemen limbah, proses daur ulang punya jejak karbon paling rendah dibandingkan dengan menyalurkan ke tempat penimbunan akhir atau pembakaran limbah,” ujar Thomas.
Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut mendata volume sampah plastik pada tahun 2023 mencapai 12,87 juta ton. Sampah tersebut didominasi kemasan saset, sampah makanan, pembungkus, alat rumah tangga, perawatan diri, dan perlengkapan merokok.