Setelah RS, Erick Rancang Merger Bank Syariah dan Holding Dana Pensiun
Bank-bank syariah milik emiten pelat merah antara lain Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah, dan BTN Syariah.
Industri
JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana menggabungkan perbankan syariah hingga membentuk holding dana pensiun setelah sebelumnya melebur rumah sakit milik perusahaan pelat merah.
Erick Thohir mengatakan Kementerian BUMN tengah mengkaji penggabungan perbankan syariah anak usaha bank pelat merah agar lebih besar dan kuat, serta menjadi alternatif pembiayaan.
“Kita coba sedang kaji bank-bank syariah, jadi semua kita coba merger. Insyaallah Februari tahun depan jadi satu,” ujar Erick, Kamis malam, 2 Juli 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut dia, Indonesia memiliki pangsa pasar keuangan syariah yang besar. Sebab, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
“Kenapa saya menginginkan merger (bank) syariah? Karena Indonesia yang penduduk muslim terbesar tidak punya fasilitas itu. Nah, kalau syariah di-merger, bisa menjadi top bank yang menjadi alternatif pilihan,” ujar Erick.
Penetrasi pembiayaan melalui instrumen syariah, sambungnya, akan semakin terbuka ke depannya. “Kita mesti buka itu karena pendanaan macam-macam, ada yang mahal, ada yang murah, ada yang syariah, kita mesti welcome semuanya,” kata dia.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pangsa pasar keuangan syariah terhadap sistem keuangan di Indonesia per April 2020 mencapai 9,03%, naik dari posisi 2019 sebesar 8%.
Aset keuangan syariah terbesar berasal dari pasar modal syariah yang memiliki nilai sebesar Rp851,72 triliun. Selanjutnya, perbankan syariah dan industri keuangan non-bank (IKNB) syariah masing-masing senilai Rp534,86 triliun dan Rp109,47 triliun.
Adapun bank-bank syariah milik emiten pelat merah antara lain Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, BRI Syariah, dan BTN Syariah. Masing-masing bank itu milik Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Anggota Himbara yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Holding Dana Pensiun
Sementara itu, Menteri BUMN juga berencana membentuk perusahaan induk (holding) pengelola dana pensiun (Dapen) di BUMN. Hal itu bertujuan untuk menyejahterakan para pensiunan.
“Saya berusaha dapen BUMN kita coba konsolidasi. Mungkin awalnya tiga sampai empat dapen besar. Nanti pelan-pelan bisa menyeluruh, mudah-mudahan,” kata Erick.
Saat ini, Kementerian BUMN tengah mempelajari dasar hukum pembentukan holding dapen BUMN. Sebab, mayoritas dapen BUMN di bawah kendali yayasan maupun pendiri sehingga prosesnya tidak mudah.
Menurut Erick, holding dapen tidak hanya dapat memberikan kesejahteraan bagi anggotanya. Namun, holding dapen juga dapat berkontribusi pada pembiayaan jangka panjang.
Dia mencontohkan, investasi jangka panjang yang dapat didanai dari dapen misalnya pembangunan jalan tol. Pendanaan dari perbankan pelat merah selama ini terbilang sebagai jangka pendek.
Pada sisi lain, holding dapen juga dimaksudkan agar kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak lagi terulang.
“Tidak ada maksud menyinggung siapapun. Saya rasa sudah waktunya kita ini menjaga yang di bawah, yang kecil. Terus terang, kasus Jiwasraya berat. Mohon maaf kalau kita tahu bisnis dapen itu mestinya karena ini pensiunan orang-orang kecil, kita tidak perlu menjanjikan sesuatu return gila-gilaan, cukup surat utang negara dibeli, atau kita beli infrastruktur jangka panjang yang return-nya 7 persen, atau paling aman deposito saja,” kata Erick.
Integrasi RS BUMN
Menteri Erick Thohir juga baru saja mengintegrasikan rumah sakit (RS) milik BUMN. Kementerian BUMN menunjuk PT Pertamina Bina Medika IHC sebagai induk dari rumah sakit-rumah sakit pelat merah.
Erick menuturkan integrasi RS BUMN akan meningkatkan fokus bisnis dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikannya pemimpin pasar dalam bisnis rumah sakit di Indonesia.
“Secara konsolidasi grup RS BUMN diestimasikan memiliki pendapatan usaha hingga mencapai Rp4,5 triliun dan total aset mendekati Rp5 triliun,” kata Erick belum lama ini.
Dia menambahkan, penggabungan RS BUMN akan menerapkan standardisasi kualitas dan operasional layanan di jaringan rumah sakit anggota holding seluruh Indonesia. Hal itu identik dengan peningkatan pelayanan sekaligus meningkatkan keahlian para expert.
“Artinya, kita mendorong rumah sakit milik bangsa Indonesia meraih kepercayaan masyarakat Indonesia untuk memilih berobat di RS negeri sendiri dibanding ke luar negeri,” imbuhnya.
Pada Selasa, 30 Juni 2020, PT Pertamina Medika IHC melakukan penandatanganan perjanjian pengambilalihan saham bersyarat dengan tujuh BUMN pemilik rumah sakit. Penandatanganan itu menandai proses pembentukan holding RS BUMN.
Direktur Utama Pertamedika IHC Fathema Djan Rahmat mengatakan konsolidasi rumah sakit milik BUMN merupakan sinergi untuk membangun fondasi yang kuat dalam holding RS.
“Kami berkomitmen menyelesaikan fase selanjutnya dalam waktu dekat ini. Sehingga, nanti Indonesia Health Corporation (IHC) akan menjadi rumah sakit jaringan terbesar di Indonesia,” katanya.
Jumlah rumah sakit yang akan dikelola dalam grup IHC ini bakal meningkat dari sebelumnya 14 RS menjadi 35 RS. Jumlah itu akan meningkat setelah roadmap holding RS BUMN rampung.
Tujuh BUMN pemilik rumah sakit yang digabungkan adalah:
- PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. sebagai pemegang saham PT Krakatau Medika;
- PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai pemegang saham PT Rumah Sakit Pelabuhan;
- PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai pemegang saham PT Pelindo Husada Citra;
- PT Perkebunan Nusantara X sebagai pemegang saham PT Nusantara Medika Utama;
- PT Perkebunan Nusantara XI sebagai pemegang saham PT Nusantara Sebelas Medika;
- PT Perkebunan Nusantara XII sebagai pemegang saham PT Rolas Nusantara Medika; dan
- PT Timah Tbk. sebagai pemegang saham PT Rumah Sakit Bakti Timah. (SKO)