<p>Awak media melakukan peliputan dengan latar belakang layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jum&#8217;at, 25 September 2020. Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bangkit dan ditutup menguat 103,03 poin atau 2,13 persen ke posisi 4.945,79 pada hari ini, setelah empat hari beruntun parkir di zona merah. Penguatan indeks hari ini ditopang kenaikan saham-saham berkapitalisasi jumbo alias big caps. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Setelah Terjun Bebas, Dua Kali Tembus ARA, Saham BEKS Masih Kemahalan

  • Analis Binaartha Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menyebut, volatilitas ini membuat saham BEKS kian sulit dianalisa secara teknikal. Jika melihat pergerakan sahamnya, dari Rp76 hingga ke level Rp128 per lembar, BEKS sudah terbilang cukup mahal atau bahkan overvalue.

Industri
Fajar Yusuf Rasdianto

Fajar Yusuf Rasdianto

Author

JAKARTA – Harga saham PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) bergerak sangat fluktuatif dalam sepekan belakangan. Volatilitas ini terjadi usai BEKS mengumumkan aksi Penawaran Umum Terbatas (PUT) alias right issue senilai Rp3,04 triliun pada 10 Desember 2020.

Rencana ini merupakan bagian dari pengejawantahan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2020. Dalam beleidnya tertulis, Pemprov Banten melalui PT Banten Global Development selaku pemegang saham bakal memperkuat modal perseroan dengan nilai Rp1,55 triliun.

Aksi ini juga merupakan bagian dari upaya pemenuhan Peraturan Otoritas Jasa Keungan (POJK) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum. Salah satu pasalnya menjelaskan bahwa seluruh bank di Tanah Air wajib memiliki modal inti minimum Rp3 triliun.

Pemenuhan ketentuan bisa bertahap. Pertama, Rp1 triliun pada 2020, kemudian Rp2 triliun pada 2021, dan terakhir Rp3 triliun pada 31 Desember 2020.

Selain right issue, BEKS juga melakukan aksi reverse stock split (RSS) dengan perbandingan 1:10. Saat itu, harga saham meningkat jadi Rp500 per saham.

Gerak Saham BEKS

Sejak RSS itulah, volatilitas saham BEKS mulai semakin tidak beraturan. Tercatat pada 10 Desember 2020, saham BEKS sempat terbit di level Rp500 per lembar.

Namun demikian, pergerakan saham BEKS mulai bergerak turun mengikuti fundamentalnya hingga pada perdagangan Rabu, 17 Desember 2020 tersungkur ke level Rp326 per lembar. Selanjutnya, pada pembukaan bursa, Jumat, 18 Desember 2020, saham BEKS dibuka di level Rp76 per lembar.

Level itu terbentuk sebagai harga teoritis baru saham BEKS usai perseroan resmi membuka tahap awal right issue di harga Rp50 per lembar. Total saham yang terbit sebanyak 94,87 miliar lembar.

Setelah itu, saham BEKS kembali melejit hingga menembus auto rejection atas (ARA) hingga akhir pekan lalu atau meroket 34,21% sebesar 26 poin ke level Rp102 per lembar. Penguatan terus berlanjut hingga Senin, 21 Desember 2020 dengan kenaikan 35 poin atau 34,31% ke level Rp137 per lembar.

Kemudian hari ini, Selasa, 22 Desember 2020, saham BEKS kembali tersungkur 9 poin atau 6,57% ke level Rp128 per lembar. Penurunan itu nyaris menyentuh auto rejection bawah (ARB) dengan ketentuan maksimal -7%.

Analisa

Analis Binaartha Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta menyebut, volatilitas ini membuat saham BEKS kian sulit dianalisa secara teknikal. Jika melihat pergerakan sahamnya, dari Rp76 hingga ke level Rp128 per lembar, BEKS sudah terbilang cukup mahal atau bahkan overvalue.

“Kalau dibandingkan dengan kapitalisasi pasarnya (Rp6,43 triliun) sekarang sudah mahal ya,” kata Nafan kepada TrenAsia.com, Selasa, 22 Desember 2020.

Untuk itu, kata Nafan, investor agasknya perlu lebih bersabar untuk melihat saham BEKS sampai pada level terbaiknya. Butuh proses untuk membuat fundamental BEKS menjadi kuat kendatipun sudah mendapat tambahan modal dan right issue hingga Rp3,04 triliun.

Pasalnya, dari segi laba, perusahaan ini terus menerus mengalami kerugian sejak tiga tahun terakhir. Tercatat pada 2018, BEKS mengalami rugi bersih Rp117 miliar, lalu pada 2019 kerugian BEKS mencapai Rp104 miliar, kini pada September 2020 kerugiannya menyentuh Rp167 miliar.

“Butuh proses ya saya kira. Masih harus sabar dulu untuk bisa lihat saham ini konsisten,” pungkas Nafan.