Para karyawan pabrik usai jam kerja di kawasan PT Panarub Kota Tangerang, Kamis 17 Februari 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Transportasi dan Logistik

Siap-Siap, Asosiasi Pertekstilan Sebut 12.000 Buruh Bakal Kena PHK Lanjutan

  • Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan sebanyak 12.000 pekerja berpotensi terkena PHK lanjutan.

Transportasi dan Logistik

Debrinata Rizky

JAKARTA - Di tengah badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di hampir seluruh industri manufaktur, pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengaku akan ada badai PHK lanjutan dalam waktu dekat.

Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengungkapkan sebanyak12.000 pekerja berpotensi terkena PHK lanjutan.

"Potensinya akan ada gelombang PHK lagi tahun ini, meskipun angkanya kan susah dipastikan tapi kalau melihat keadaan beberapa perusahaan yang akan jatuh masih belum bisa terhindarkan. Bisa jadi12.000 pekerja lagi," katanya kepada TrenAsia.com pada Jumat, 23 Juni 2023.

Danang menilai salah satu penyebabnya karena utilitas pabrik kini rata-rata hanya sekitar 50%. Hal ini memaksa para pelaku industri melakukan berbagai efisiensi, termasuk pemangkasan jumlah pekerja.

Kedua, karena permintaan ekspornya masih menurun. Pasar domestik tidak menyerap namun impor tak terelakkan.

Barang Impor Biang Kerok

Danang menilai barang-barang impor yang masuk ke Indonesia juga menjadi sebab tak mampunya industri TPT berkompetisi dengan pasar internasional. Ia menyoroti mudahnya barang-barang impor masuk, akibat lemahnya regulasi yang mencegah. Hal ini berakibat  matinya industri TPT lama kelamaan.

Belum lagi adanya importasi ilegal yang tidak bayar pajak, tidak mematuhi regulasi memperberat situasi ini. 

"Sedangkan kami yang mematuhi pajak dan regulasi di babat habis oleh mereka. Sementara industri domestik garmen TPT  mengalami kendala pada beban biaya yang sangat besar," lanjutnya.

Usul Untuk Pemerintah

Danang meminta pemerintah untuk tidak membiarkan hal ini terus terjadi. Perlu tindakan tegas agar regulasi bisa dijalankan atau diimplementasikan.

Regulasi yang ada bukan hanya sekedar dikeluarkan namun tidak dilakukan pengawasan. Pemerintah dianggap belum bisa menindak pra oknum-oknum nakal yang turut merusak harga hingga meloloskan impor ini.

Danang meminta, sesekali pemerintah berani mengaudit izin impor dari importir umum dan importir produsen untuk menunjukkan ketegasan pemerintah dan keberpihakan pemerintah pada sisi market dan produk.

"Kalau tidak pernah dilakukan audit regulasi atau aturan-aturan yang dikeluarkan hanya jadi aturan basi karena tidak ada informasi," Tandasnya.