Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Fintech

Siap-Siap, Fintech P2P Lending Wajib Penuhi Modal Minimal Rp2,5 Miliar per 4 Juli 2023

  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menetapkan ketentuan terkait modal minimum bagi perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Fintech
Muhammad Farhan Syah

Muhammad Farhan Syah

Author

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebelumnya telah menetapkan ketentuan terkait modal minimum bagi perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending.

Menurut Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi, setiap penyelenggara fintech P2P lending diwajibkan memenuhi modal minimal sebesar Rp2,5 miliar pada tanggal 4 Juli 2023.

"Dalam kaitan kewajiban pemenuhan ekuitas minimum fintech P2P lending sebesar Rp2,5 miliar per 4 Juli 2023, OJK telah meminta action plan pemenuhan ekuitas kepada penyelenggara fintech p2p lending," ungkap Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara dalam konferensi pers Selasa, 7 Juni 2023 di Jakarta.

Lebih lanjut, OJK juga akan memantau secara berkala para penyelenggara P2P lending untuk memenuhi ketentuan tersebut agar tepat waktu, Hal ini disebut OJK dilakukan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh bagi konsumen.

Seperti diketahui, sebelumnya OJK telah menetapkan jadwal bertahap untuk pemenuhan ketentuan modal minimum, dengan jumlah ekuitas yang harus dipenuhi mencapai Rp12,5 miliar pada Juli 2025.

"Ketentuan ekuitas minimum oleh fintech P2P lending sebesar Rp12,5 miliar yang dilakukan secara bertahap. Pada 4 Juli 2023 ekuitas minimum sebesar Rp2,5 miliar, Juli 2024 ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar, dan Juli 2025 sebesar Rp12,5 miliar," kata Mirza.

Sementara bagi penyelenggara fintech P2P lending yang tidak dapat memenuhi modal minimum sesuai tenggat waktu yang ditetapkan, OJK akan memberlakukan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Pada prinsipnya, supervisory action yang dilakukan oleh OJK bertujuan mencegah timbulnya pelanggaran ketentuan yang disebabkan karena keterbatasan kondisi keuangan" pungkas Mirza.