<p>Gedung Direktorat Jenderal Pajak / Pajak.go.id</p>
Industri

Siap-Siap! Pajak Penghasilan Orang Super Kaya Indonesia Bakal Naik Hingga 35 Persen

  • Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menaikkan pajak orang kaya atau berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun. Pajak penghasilan (PPh) masyarakat berpendapatan tinggi itu bakal dibagi ke dalam lima kelompok dengan tarif maksimal sebesar 35%.

Industri

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menaikkan pajak orang kaya atau berpenghasilan di atas Rp5 miliar per tahun. Pajak penghasilan (PPh) masyarakat berpendapatan tinggi itu bakal dibagi ke dalam lima kelompok dengan tarif maksimal sebesar 35%.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan masyarakat berpendapatan tinggi masih berkontribusi minim terhadap penerimaan pajak. Selain itu, Bendahara Negara mengatakan upaya ini ditempuh lantaran pemerintah perlu mengeskalasi penerimaan pajak mulai tahun depan.

“Hanya sedikit sekali yang masuk kelompok PPh high wealth individual ini. Kita juga akan lakukan tarif dan bracket PPh dengan tarif maksimal yang naik tidak terlalu besar, dari 30% jadi 35%,” ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Senin 24 Mei 2021.

Rencana kenaikan PPh Orang Pribadi (OP) berpendapatan tinggi ini pun sudah tertuang dalam rencana revisi Undang-Undang Ketentuan dana Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah menilai rencana ini tepat di tengah menggunungnya simpanan masyarakat berpendapatan tinggi di perbankan.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), simpanan masyarakat dengan nominal di atas Rp5 miliar mampu tumbuh 13,2% year on year (yoy) hingga Februari 2021.

“Simpanan masyarakat berpendapatan tinggi terus tumbuh, kalangan masyarakat ini yang terus kita pacu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kita,” kata Said dalam kesempatan yang sama.

Mengurangi Ketimpangan  

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan mematok pajak yang tinggi dari orang kaya berpotensi mengurangi ketimpangan ekonomi yang melebar akibat pandemi COVID-19.

Bhima menyarankan pemerintah untuk meningkatkan kontribusi pajak orang kaya. Pasalnya, kontribusi pajak masyarakat berpendapatan tinggi tercatat hanya 0,8% atau Rp1,6 triliun terhadap keseluruhan penerimaan PPh OP.

“Sementara untuk kelompok atas selama pandemi, mereka cenderung mengamankan asetnya di simpanan bank. untuk kelompok atas mau tidak mau harus dinaikkan pajaknya,” terang Bhima kepada Trenasia.com beberapa waktu lalu.

Bhima mengatakan pemerintah untuk melepas trickle down effect seperti yang dilakukan Amerika Serikat. trickle down effect sendiri merupakan teori ekonomi yang menyebut mengurangi pajak atas bisnis masyarakat berpendapatan tinggi bisa merangsang investasi bisnis dan menguntungkan seluruh kalangan masyarakat.

Melansir buku Politik Pembangunan Orde Baru: Industrialisasi, Swastanisasi, dan Pertumbuhan Ekonomi, konsep ini diterapkan di Indonesia pertama kali pada masa Orde Baru. Kala itu, pemerintah hanya berfokus terhadap industrialisasi untuk menggenjot perekonomian.

Padahal, kata Bhima, perekonomian yang hanya berpihak ke orang kaya membuat potensi ketimpangan semakin melebar. Apalagi, kalangan masyarakat berpendapatan rendah kondisi ekonominya paling terpukul akibat pandemi COVID-19.

Keberpihakan terhadap masyarakat berpendapatan rendah perlu dilakukan untuk mencegah lonjakan angka kemiskinan. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada kenaikan 2,76 juta orang miskin sepanjang 2020. Adapun keseluruhan angka kemiskinan Indonesia hingga akhir 2020 mencapai 27,55 juta orang atau setara 10,19% dari total populasi Indonesia.

Setali tiga uang, International Monetary Fund (IMF) dalam laporan bertajuk World Economic Outlook: Managing Divergent Recoveries menyebut negara-negara di dunia untuk meningkatkan pajak progresif dari masyarakat kelas atas.

Menurut IMF, strategi tersebut bisa menjadi siasat baru untuk mengurangi beban fiskal negara akibat biaya penanganan COVID-19.

“Perubahan pajak sesuai dengan profit yang dihasilkan wajib pajak,” tulis IMF yang dikutip Selasa, 25 Mei 2021.