logo
<p>Sumber: ExtremeTech.com</p>
Fintech

Siapkah Industri Perbankan RI Mengadopsi Blockchain? Begini Kata OJK

  • Adopsi teknologi ini merupakan bagian dari transformasi digital perbankan guna meningkatkan daya saing di era digital.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Teknologi blockchain semakin banyak diadopsi oleh bank-bank global untuk meningkatkan efisiensi transaksi dan keamanan data. 

Di Indonesia, perbankan juga mulai membuka wacana adopsi teknologi ini. Namun, hingga saat ini, belum ada standar regulasi yang jelas terkait interoperabilitas blockchain antarbank serta kompatibilitasnya dengan sistem regulasi keuangan nasional.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa blockchain merupakan bagian dari inovasi yang semakin diintegrasikan dalam sistem perbankan global. Menurutnya, adopsi teknologi ini merupakan bagian dari transformasi digital perbankan guna meningkatkan daya saing di era digital.

“OJK telah menerbitkan berbagai roadmap, panduan, dan regulasi untuk mendukung akselerasi transformasi digital perbankan, termasuk implementasi teknologi-teknologi baru seperti artificial intelligence (AI),” ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner yang diselenggarakan secara virtual, Selasa, 4 Maret 2025. 

Beberapa regulasi yang telah diterbitkan antara lain Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, Buku Panduan Ketahanan Digital Perbankan, serta POJK tentang penyelenggaraan aliran informasi oleh bank umum. 

Selain itu, ada juga Surat Edaran OJK mengenai ketahanan dan keamanan siber bagi bank umum serta SEOJK yang membahas penilaian tingkat maturitas digital bank.

Regulasi Blockchain Masih Dikaji

Meskipun manfaat blockchain dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi, Dian menyoroti bahwa teknologi ini juga menghadirkan risiko, terutama dalam skema keuangan terdesentralisasi (decentralized finance/DeFi). Sistem DeFi memungkinkan transaksi keuangan tanpa perantara seperti bank, sehingga membuka peluang akses yang lebih luas terhadap produk keuangan.

Namun, Dian juga mengingatkan bahwa aspek desentralisasi, borderless, dan anonimitas dalam DeFi dapat memunculkan tantangan, seperti pencucian uang, pendanaan terorisme, manipulasi pasar, serta perlindungan konsumen.

“Isu ini masih terus didiskusikan di tingkat internasional. Kita mencermati regulasi di negara-negara yang lebih maju dalam pengembangan regulasi blockchain, seperti Uni Eropa. Namun, tentu saja, regulasi di Indonesia akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi domestik,” jelas Dian.

OJK Fokus pada Kajian Dampak dan Edukasi Masyarakat

OJK menyadari pentingnya mempelajari lebih lanjut dampak dan risiko dari blockchain sebelum mengeluarkan regulasi yang lebih komprehensif. Menurut Dian, OJK juga akan fokus pada peningkatan literasi masyarakat terkait teknologi ini agar pengguna layanan perbankan di Indonesia siap dalam memanfaatkannya.

“Kami akan terus mencermati perkembangan blockchain untuk sektor perbankan dan memastikan bahwa regulasi yang dikembangkan dapat memberikan keseimbangan antara manfaat teknologi ini dengan mitigasi risiko yang muncul,” pungkasnya.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, OJK diharapkan dapat segera merumuskan regulasi yang memungkinkan perbankan mengadopsi blockchain secara lebih luas tanpa mengorbankan aspek pengawasan, keamanan data, dan kepatuhan terhadap regulasi perbankan konvensional.