<p>Suasana bongkar muat barang di Terminal Petikemas Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Siasat Agar Indonesia Tak Masuk Jurang Resesi

  • terdapat sejumlah kendala yang menghambat daya saing Indonesia, seperti biaya logistik yang cukup tinggi

Industri

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini terpukul pandemi COVID-19, seperti juga yang memukul negara-negara lain hingga mayoritas masuk jurang resesi.

Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystallin mengatakan perlunya reformasi struktural dalam rangka mengubah fundamental ekonomi Indonesia. Menurutnya hal ini agar sisi penawaran dan sisi permintaan meningkat, serta ekonomi dapat bertumbuh.

“Dengan pandemi COVID-19, pertumbuhan potensial Indonesia, dan banyak negara lainnya mengalami penurunan. Sisi permintaan dan sisi penawaran perlu terus di dorong untuk menjaga agar pereokonomian tidak mengalami kontraksi yang terlalu besar dan lama,” ujarnya melalui keterangan pers yang diterima TrenAsia.com, Minggu 16 Agustus 2020.

Masyita menjelaskan, sebelum adanya pandemi COVID-19, pertumbuhan potensial Indonesia berada di kisaran 5%. Dia bilang hal ini di pengaruhi oleh beberapa hal seperti produktivitas dan nilai tambah yang belum memadai.

“Perekonomian Indonesia, berdasarkan data, masih bergantung pada sektor komoditas, industri dan jasa yang memiliki nilai tambah rendah,” tuturnya.

Pemerintah Indonesia memiliki visi menjadi negara maju di tahun 2045. Untuk mencapai cita-cita besar tersebut, bagi Masyita, pertumbuhan ekonomi perlu ditingkatkan di atas potensial.

Di sisi lain, tambahnya, peningkatan daya saing dapat ditempuh melalui beberapa perbaikan struktural. Salah satunya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Terkait hal itu, ia menegaskan bahwa anggaran di bidang pendidikan sebetulnya cukup memadai, yaitu 20% dari produk domestik bruto (PDB).

“Dengan penyerapan yang optimal, kebijakan ini dapat meningkatkan sumber daya manusia sehingga produktivitas tenaga kerja Indonesia dapat bersaing dibandingkan dengan negara peers,” jelas Masyita.

Hambatan Daya Saing Indonesia

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah kendala yang menghambat daya saing Indonesia, seperti biaya logistik yang cukup tinggi. Pembangunan infrastruktur yang telah digenjot beberapa tahun ke belakang, menurut Masyita dapat menjadi solusi untuk mengatasi hal tersebut ke depannya.

Selain itu, struktur ekonomi pun perlu diubah untuk menyasar sektor-sektor dengan nilai tambah tinggi. Hilirasi sektor pertambangan misalnya, telah mulai dilakukan pemerintah untuk meningkatkan value added di sektor ini.

Dia bilang bahwa reformasi struktural tidak bisa dalam waktu singkat mengubah sektor-sektor ekonomi yang selama ini dominan. Untuk diversifikasi sektor, solusi yang dapat dilakukan menurut Masyita adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari sektor-sektor baru lainnya.

Hal lain yang juga perlu dilakukan adalah reformasi di bidang pertanian. Ia menilai sektor ini masih dapat menjadi penyumbang PDB dan tenaga kerja terbesar dan merupakan sektor yang dapat menjadi “shock absorber” saat kontraksi ekonomi atau krisis terjadi.

Ia mengungkapkan selama ini pertumbuhan ekonomi Indonesia sering mengalami kendala karena ketidakseimbangan sisi ekspor dan impor yang membuat defisit neraca perdagangan melebar. Padahal itu terjadi saat pertumbuhan ekonomi berada di atas potensial.

“Ini membuat impor bahan baku dan modal malah menarik pertumbuhan ekonomi kembali ke bawah,” paparnya.

Oleh karena itu, Masyita menilai ketidakseimbangan ini perlu di perbaiki. Salah satunya dengan hilirasi sektor-sektor utama sehingga meningkatkan nilai tambah. Penggunaan energi baru terbarukan juga sejalan dengan penyeimbangan sisi ekspor dan impor.

Ke depannya, Masyita menilai potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tinggi. Populasi yang masih berusia muda, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta kebijakan pemerintah yang prudent dapat merealisasikan peningkatan ekonomi Indonesia di atas potensialnya. (SKO)