
Silang Pendapat Pertamina VS Kejagung dalam Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
- Kejagung dan Pertamina saling memberikan pernyataan yang berbeda. Ini mengakibatkan kebingungan di masyarakat.
Energi
JAKARTA - Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, sub-holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023, terus bergulir.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan dua tersangka baru, Mereka adalah Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Sebelumnya pada 24 Februari 2025 Kejagung menangkap tujuh orang tersangka. Dua di antaranya memegang jabatan sebagai Direktur Utama (Dirut) di sub-holding Pertamina. Mereka adalah RS atau Riva Siahaan selaku Dirut PT Pertamina Patra Niaga dan kedua YF atau Yoki Firnandi yang menjabat sebagai Dirut PT Pertamina International Shipping (PIS).
- IHSG Hari Ini 27 Februari 2025 Ditutup Ambrol di 6.485,45
- Saham-Saham Besar Terseok, LQ45 Hari Ini 27 Februari 2025 Kembali Melemah ke 731,39
- Saham Big Banks Merosot Tajam, IHSG Tembus Support 6.500
- Erick Thohir Bantah Isu Rebutan Kekuasaan di BPI Danantara
Namun dalam berjalannya kasus ini, Kejagung dan Pertamina saling memberikan pernyataan yang berbeda. Ini mengakibatkan kebingungan di masyarakat.
Pengoplosan vs Blending
Saat menangkap tujuh orang tersangka, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, modus blending yang digunakan. Dikatakan RS melakukan pembelian atau pembayaran untuk RON 92. Padahal, sebenarnya hanya membeli RON 90 atau yang lebih rendah.
"RON 90 tersebut kemudian di-blending di storage atau depo untuk dijadikan RON 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan,"katanya dalam keterangannya resmi pada Senin, 24 Februari 2025.
Usai Kejagung mengeluarkan keterangan tersebut, publik langsung merasa seperti dibohongi. Pertamina dianggap melakukan pengoplosan BBM RON 90 agar menjadi RON 92. Bola isu semakin liar dan membuat Pertamina angkat bicara.
Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo menyebutkan, Pertamina tidak melakukan pengoplosan seperti yang dituduhkan.
Kata Ega, yang ada hanya penambahan zat aditif pada bahan bakar minyak (BBM) Pertamax atau RON 92 bersifat untuk meningkatkan performa. Penambahan zat aditif pada BBM umum dilakukan untuk meningkatkan performa mesin kendaraan, baik itu bensin maupun solar.
"Penambahan-penambahan aditif tersebut adalah sifatnya untuk menambah value dari performansi produk-produk tersebut. Skema ini juga sama dengan badan usaha yang lain," ujar Ega di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
- LK21-PusatFilm Ilegal, Ini 5 Rekomendasi Situs Streaming Film Aman
- Bukan di Oppadrama-LK21, Berikut Cara Nonton Drakor Undercover High School
- LK21-IDLIX Ilegal, Ini 5 Platform Nonton Film yang Aman
Ega mengatakan, RON 92 yang dijual oleh Pertamina telah sesuai dengan spesifikasi. Penambahan zat ini, bertujuan sebagai antikarat, detergensi agar mesin menjadi lebih bersih dan membuat ringan kendaraan. Ia juga menegaskan bahwa terminal-terminal penyimpanan di Pertamina Patra Niaga tidak memiliki fasilitas blending untuk produk gasoline.
Tak lama usai Pertamina melakukan klarifikasi terkait oplosan, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar kembali memberikan keterangan berdasarkan fakta hukum, dalam kurun waktu 2018-2023, PT Pertamina Patra Niaga melakukan pembayaran untuk impor BBM berjenis RON 92, yang sebenarnya adalah BBM RON 90 atau lebih rendah.
Pada tahun yang sama, PT Pertamina Patra Niaga juga diduga melakukan blending BBM RON 90 atau lebih rendah, dengan BBM RON 92. Dalam hal ini Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan membeli dan membayar minyak RON 92 padahal yang datang hanya RON 88 atau RON 90.
Saat ini, penyidik juga masih mendalami apakah minyak RON 88 dan RON 90 ini, pada tahun 2018-2023, langsung didistribusikan kepada masyarakat atau tidak.
"Tersangka MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik Tersangka MKAR dan Tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92," jelas Qohar.