<p>Ilustrasi pedagang rokok eceran / Bungkusrokok.com</p>
Industri

Simplifikasi Struktur Tarif Cukai Tembakau akan Turunkan Jumlah Perokok Anak

  • JAKARTA — Di tengah upaya penanganan pandemi, Ketua Lentera Anak Lisda Sundari meminta pemerintah tidak melupakan pengendalian konsumsi rokok. Lisda berharap, kebijakan fiskal dan nonfiskal terhadap pengendalian konsumsi rokok khususnya pada anak, dapat dilakukan secara maksimal. Salah satunya melalui penyederhanaan struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Menurutnya, kerumitan struktur tarif CHT menyebabkan tingginya variasi harga […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA — Di tengah upaya penanganan pandemi, Ketua Lentera Anak Lisda Sundari meminta pemerintah tidak melupakan pengendalian konsumsi rokok.

Lisda berharap, kebijakan fiskal dan nonfiskal terhadap pengendalian konsumsi rokok khususnya pada anak, dapat dilakukan secara maksimal. Salah satunya melalui penyederhanaan struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).

Menurutnya, kerumitan struktur tarif CHT menyebabkan tingginya variasi harga rokok, mulai dari yang mahal hingga murah. Akibatnya, anak-anak dapat menjangkau pembelian rokok. Di samping itu, banyaknya layer pada struktur CHT di Indonesia menyebabkan kebijakan kenaikan cukai tidak efektif.

“Banyak layernya. Saat cukai itu diterapkan, ternyata kita lihat bahwa tidak semua rokok pada layer layer tertentu cukainya dinaikkan,” ujarnya.

Wacana penyederhanaan struktur tarif CHT, lanjutnya, juga sudah dibahas oleh pemerintah sejak beberapa waktu lalu, namun dibatalkan pelaksanaannya.

“Artinya, itu bukan sesuatu yang baru di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) karena sudah pernah dibahas dan menjadi pertimbangan,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Memunculkan Disparitas Harga

Pengendalian dan penurunan jumlah perokok di Indonesia sendiri dinilai masih mengalami banyak hambatan. Sekretaris Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno juga menyebut, hal ini disebabkan oleh banyaknya sistem layer CHT.

“Kalau sistem layer cukainya masih seperti ini, masih banyak, tentu saja ada disparitas harga yang cukup signifikan. Artinya apa? Kalau sistem layer cukai ini tidak disederhanakan, pilihan harga rokok akan sangat banyak,” ujarnya.

Maka, kendati harga rokok naik, konsumen pun dianggap mudah mencari pengganti merek rokok yang lain.

“Ketika konsumen atau perokok tidak bisa membeli rokok dengan harga yang tinggi, dia akan membeli harga substitusi yang rendah, dengan merek yang tentu saja berbeda. Perokok bisa saja turun grade ketika harga rokok yang biasa dia konsumsi harganya naik,” ujarnya.

Selain itu, sistem cukai yang berlaku saat ini juga dianggap memudahkan perusahaan rokok untuk memproduksi produk dengan jenis dan merek yang berbeda. Produksi ini digencarkan terutama pada golongan atau layer paling rendah.

“Artinya, dengan sistem seperti ini perusahaan atau produk rokok A misalnya, bisa memproduksi dengan kemiripan rasa, kemudian menaruh harga di layer yang paling rendah. Harganya pun masih terjangkau anak-anak,” katanya.

Oleh karena itu, ia mendorong simplifikasi struktur tarif CHT untuk disegerakan. “Kalau kita kaitkan pada saat pandemi seperti ini, justru yang paling tepat kalau pemerintah mau melaksanakan secepatnya,” ujar Agus.