rokok
Industri

Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Dukung Optimalisasi Penerimaan Negara

  • Penyederhanaan struktur tarif cukai tertuang dalam PMK 146/2017 tentang tarif cukai hasil tembakau (CHT). Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menyederhanakan dari 12 layer pada tahun 2017 dan menjadi 5 layer pada 2021.

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Sekjen Transparansi International Indonesia (TII), Danang Widoyoko mengapresiasi rencana pemerintah menyederhanakan struktur tarif cukai rokok dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024. 

Hal ini didukung oleh Kementerian Keuangan yang telah menerbitkan PMK 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024. 

“Kebijakan cukai rokok jangka panjang tetap diperlukan untuk membangun iklim usaha yang baik, transparan, dan memberikan kepastian hukum,” kata Danang pada diskusi virtual, Rabu, 8 Juli 2020.

Menurut Danang aturan terbaru terkait penyederhanaan struktur tarif cukai rokok, mencerminkan sikap dan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus sebagai upaya pencapaian visi presiden.

“Berbagai studi telah menyarankan bahwa penyederhanaan struktur tarif cukai rokok merupakan best practice bagi pengendalian konsumsi rokok. Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN juga telah menggariskan simplifikasi cukai rokok sebagai upaya pencapaian visi Presiden yakni menciptakan sumber daya manusia unggul,” tambah Danang. 

Riwayat Simplifikasi

Sebelumnya, penyederhanaan struktur tarif cukai tertuang dalam PMK 146/2017 tentang tarif cukai hasil tembakau (CHT). Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menyederhanakan dari 12 layer pada tahun 2017 dan menjadi 5 layer pada 2021. 

Tujuannya, untuk mengoptimalisasi penerimaan CHT, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik serta penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai.

Sayangnya, kebijakan tersebut hanya berjalan satu tahun pada 2018 dan tidak dijalankan kembali. Hingga kini, struktur tarif cukai dengan 10 layer dipertahankan untuk tahun fiskal 2019.

“Struktur tarif yang diterapkan saat ini membuka peluang dan memberikan insentif bagi perusahaan besar multinasional untuk membayar cukai lebih rendah yang pada akhirnya berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar,” ujar Danang.

Dampak Cukai Rokok

Cukai tidak hanya berfungsi sebagai sumber penerimaan negara, tetapi juga instrumen pengendalian konsumsi rokok. Karena cukai berdampak pada kepentingan industri, kebijakan yang diambil pemerintah pada akhirnya akan menjadi subjek untuk negosiasi, kompromi atau perlawanan.

“Penyederhanaan struktur tarif cukai rokok pastinya akan berdampak pada beberapa perusahaan multinasional yang memang sudah besar tapi masih bisa membayar cukai rendah karena mereka akan kehilangan kesempatan untuk membayar cukai yang lebih murah,” tegas Danang. 

Sebaliknya, kebijakan tersebut justru tidak berdampak signifikan bagi pabrik rokok menengah dan kecil. Selama ini mereka memang dilindungi oleh tarif yang lebih rendah, karena tergolong usaha kecil, menyerap tenaga kerja banyak, dan kandungan bahan baku lokalnya tinggi.

“Pemerintah perlu mempunyai sikap yang tegas. Pada dasarnya, kebijakan penyederhanaan struktur cukai rokok ini lebih memberikan keuntungan buat pemerintah, baik secara penerimaan negara, pengendalian konsumsi rokok dan juga perlindungan tenaga kerja,” tegasnya. (SKO)