Bersama Special Mission Vehicle (SMV), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya menggenjot pertumbuhan ekonomi di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Makroekonomi

Sinergi Kemenkeu untuk Geliatkan Perekonomian Desa Nglanggeran Gunung Kidul

  • Di desa, terdapat beragam potensi seperti pertanian, perkebunan, peternakan, usaha mikro dan kecil (UMKM), serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bisa dikembangkan, walaupun masih menghadapi sejumlah tantangan dalam mendukung pertumbuhannya.

Makroekonomi

Idham Nur Indrajaya

YOGYAKARTA - Pada tanggal 2 Mei 2024, Kemenkeu, melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), bersama Special Mission Vehicle (SMV) seperti PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dan Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP), menjalankan tur pers di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta. 

Tujuan utama tur ini adalah untuk memeriksa secara langsung penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta peran SMV/BLU dalam memajukan perekonomian desa yang inklusif.

Menurut Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan DJPK, Jaka Sucipta, perekonomian desa memiliki peranan yang besar dalam perekonomian nasional. 

Di desa, terdapat beragam potensi seperti pertanian, perkebunan, peternakan, usaha mikro dan kecil (UMKM), serta Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bisa dikembangkan, walaupun masih menghadapi sejumlah tantangan dalam mendukung pertumbuhannya. 

“Dengan Dana Desa, yang merupakan sumber pendapatan terbesar desa memeiliki kapasitas fiskal yang kuat untuk mengatasi kendala permodalan guna mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi lokal di desa” katanya.

Jaka menambahkan bahwa Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, memiliki potensi yang cukup menggiurkan untuk menggalakkan perekonomian desa. 

Di sektor pariwisata, Desa Nglanggeran memiliki daya tarik agrowisata dan embung Nglanggeran, serta air terjun musiman Kedung Kandang. Di ranah UMKM, selain adanya Pawon Purba, Griya Batik, Griya Spa, dan homestay, Desa Nglanggeran juga dikenal memiliki potensi perkebunan kakao, yang diwakili oleh Griya Cokelat Nglanggeran sebagai klaster pengolahan kakao dari hulu hingga hilir. Sektor perkebunan lainnya, seperti kakao dan durian, juga menjadi keunggulan Desa Nglanggeran.

Pemerintah pun telah mengalokasikan Dana Desa sejak tahun 2015, dan untuk tahun 2024 ini, alokasi Dana Desa untuk Desa Nglanggeran mencapai Rp813,4 juta.

Baca Juga: Belanja Negara Tembus Rp611,9 T, Lebih Tinggi dari Pendapatan

Sementara itu, SMF melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) telah memberikan dukungan bagi ekonomi Desa Nglanggeran melalui Program Pembiayaan Homestay. 

Program ini menjadi inisiatif pertama dari PT SMF pada tahun 2019, dengan total pembiayaan mencapai 24 unit homestay hingga tahun 2023. 

Dana yang telah disalurkan mencapai Rp1,57 miliar dengan tenor rata-rata 10 tahun. Menurut Direktur Utama PT SMF, Ananta Wiyogo, inisiatif pembiayaan homestay merupakan bagian dari komitmen perusahaan dalam mendukung program pemerintah untuk menggerakkan ekonomi daerah melalui sektor perumahan di destinasi wisata nasional.

“Pembiayaan homestay merupakan salah satu inisiatif yang dilakukan oleh PT SMF sejak tahun 2019, sebagai bagian dari komitmen membantu program Pemerintah dalam mendorong ekonomi daerah pada sektor perumahan melalui program homestay di destinasi wisata nasional,” kata Ananta.

Desa Nglanggeran sendiri memiliki prestasi yang cukup positif dalam konteks pariwisata. Pada tahun 2018, desa ini berhasil masuk dalam Top 100 Destinasi Berkelanjutan Dunia versi Global Green Destinations Days. 

Selain itu, pada tahun 2021, desa ini meraih gelar Desa Wisata Terbaik dari United Nation World Tourism Organization (UNWTO). Keindahan alam dan kelestarian budaya Desa Nglanggeran telah menarik perhatian banyak wisatawan, dengan jumlah mencapai 70.000 orang pada tahun 2023.

Dengan adanya homestay, para wisatawan dapat menikmati pengalaman menginap yang autentik sambil menikmati keindahan alam dan budaya yang ditawarkan oleh Desa Nglanggeran. 

Selanjutnya, LPEI menggencarkan Program Desa Devisa yang menjadi fokus utama dalam pengembangan ekonomi lokal. 

Program ini merupakan bagian dari strategi LPEI untuk meningkatkan daya saing komoditas unggulan desa dan membantu mereka meraih pasar global. 

Melalui program ini, LPEI memberikan berbagai jenis dukungan, termasuk pelatihan manajemen ekspor, pendampingan akses pasar, peningkatan kapasitas produksi, dan pendampingan terkait sertifikasi organik.

Baca Juga: Tingkatkan Produksi Gula, ID FOOD Gandeng Petani Tebu

Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI, Maqin U. Norhadi, menjelaskan bahwa fokus LPEI adalah pada peningkatan kapasitas dan kompetensi para pelaku usaha. 

Selain itu, LPEI juga berupaya membangun ekosistem ekspor yang solid, dengan memberikan dukungan kepada sektor komoditas kakao, khususnya Desa Devisa Kakao Gunung Kidul. 

Desa ini dikenal sebagai wilayah penghasil kakao dengan luas perkebunan mencapai 10,2 hektar atau setara dengan 5.000 pohon kakao yang mampu menghasilkan hingga 10 ton kakao per tahun. 

Masyarakat desa telah berhasil menghasilkan beragam produk turunan kakao, seperti kakao fermentasi, kakao bar, dan kakao nibs.

Dukungan inibertujuan untuk membantu Desa Devisa Gunungkidul memperluas akses pasar ekspor, meningkatkan kapasitas produksi, serta memenuhi persyaratan sertifikasi yang dibutuhkan oleh pasar.

“Saat ini Desa Devisa Gunungkidul telah berhasil ekspor pertama ke Swiss. Dengan adanya pendampingan dari LPEI maka harapannya warga Desa Nglanggeran mampu melakukan ekspor secara mandiri dan berkelanjutan,” tutur Maqin.

Selain itu, PIP juga berperan penting dalam mendukung perekonomian, khususnya melalui program pembiayaan Ultra Mikro (UMi). 

Program UMi merupakan inisiatif pemerintah yang diluncurkan pada tahun 2017 untuk memberikan akses permodalan yang mudah dan terjangkau bagi usaha mikro di Indonesia. PIP, sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan, bertugas sebagai koordinator pendanaan pembiayaan UMi.

Debitur UMi tersebar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di DIY, tercatat ada 82.510 debitur dengan total pembiayaan mencapai Rp297,4 miliar. Di Kabupaten Gunung Kidul sendiri, PIP telah menjangkau 16.818 debitur dengan total penyaluran mencapai Rp55,24 miliar.

Selain menyediakan pembiayaan, PIP juga memberikan pendampingan dan pemberdayaan kepada para pelaku usaha UMi.

“Pelatihan kewirausahaan yang diberikan oleh PIP kepada pelaku usaha UMi telah membantu 3.760 debitur, sedangkan pelatihan pendamping untuk para debitur telah menjangkau 1.190 orang. Program ini telah dilaksanakan di 20 daerah di seluruh Indonesia,” kata Ismed.