Singapura Resesi, Ekonomi Anjlok 41,2%, Bagaimana Nasib Indonesia?
Salah satu faktor terbesar resesi ekonomi Singapura adalah karena ekonomi negara tersebut sangat bergantung pada perdagangan, sedangkan lockdown di banyak negara membuat ekonomi sangat melambat.
Industri
SINGAPURA – Singapura harus menerima kenyataan resesi pada kuartal II-2020. Produk domestik bruto (PDB) Singapura anjlok sedalam 41,2% dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.
Kontraksi ini jauh lebih dalam dari prediksi sejumlah ekonom yang semua di kisaran 37,4%. Resesi Singapura menambah catatan kelam ekonomi banyak negara maju sekalipun yang telah tersungkur akibat COVID-19.
Salah satu faktor terbesar resesi ekonomi Singapura adalah karena ekonomi negara tersebut sangat bergantung pada perdagangan. Sedangkan lockdown di banyak negara membuat ekonomi sangat melambat.
“Yang terjadi saat ini adalah apa yang akan kita lihat pada ekonomi yang juga terhambat adanya lockdown,” kata Rob Carnell, kepala ekonom, Asia-Pasifik di ING Bank, melansir dari Reuters, Rabu, 15 Juli 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pada Juni lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) telah memperingatkan kontraksi tajam secara global akibat krisis kesehatan yang berdampak pada penutupan pusat bisnis, menggerus konsumsi, dan melumpuhkan perdagangan.
Lebih Buruk dari Prediksi
IMF memperkirakan output dunia tahun ini menyusut sebesar 4,9%, dibandingkan dengan kontraksi 3,0% yang diprediksi sebelumnya pada bulan April.
Pandemi sekali dalam satu abad sejauh ini telah menginfeksi lebih dari 13 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan lebih dari 571.000 jiwa. Singapura telah melaporkan 46.283 kasus COVID-19 dengan 26 kematian pada hari Senin, 13 Juli 2020.
Secara rinci, dampak terparah kontraksi ekonomi Singapura terlihat di sektor jasa dan konstruksi. Sektor konstruksi anjlok 95,6% pada basis kuartal ke kuartal. Secara tahunan, PDB ambles 12,6%, jauh lebih dalam dari perkiraan ekonom 10,5%.
Meski begitu, sektor manufaktur masih tumbuh 2,5% dari tahun lalu, terutama karena lonjakan permintaan di sektor biomedis. Meskipun masih lebih rendah dari kenaikan 8,2% pada kuartal pertama.
Dengan turunnya PDB sebesar 0,3% secara tahunan dan 3,3% secara kuartalan, ekonomi Singapura telah masuk ke kriteria resesi. Pemerintah Singapura mengharapkan PDB setahun penuh kontraksi di kisaran -7% hingga -4%, alias menjadi kontraksi terdalam sepanjang sejarah Singapura.
Analis Citi Group memprediksi kontraksi dapat menyentuh 8,5% dan mengharapkan angkanya bisa lebih rendah dari itu pada saat pemerintah Singapura resmi mengumumkan PDB pada bulan depan.
Upaya Pemerintah
Bank sentral sendiri telah melonggarkan sejumlah kebijakan moneter pada bulan Maret dan telah memberi stimulus untuk meningkatkan pinjaman bank.
Hingga kini, pemerintah telah menyuntikkan stimulus hampir US$72 miliar sebagai respons dampak pandemi. Para analis memperkirakan ekonomi akan mulai membaik karena bisnis dan layanan telah dibuka kembali, namun tetap memperingatkan bahwa tantangan dari pandemi ini masih terus ada.
“Kami mengharapkan rebound di second half didukung oleh respons fiskal besar-besaran. Tetapi jika pandemi memburuk secara global, maka kita cenderung melihat pemulihannya berbentuk W-shape,” kata Sung Eun Jung dari Oxford Economics.
Dampak ke Indonesia
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi titik kontraksi perekonomian Indonesia pada kuartal II tahun ini akan berada di level 3,8% atau dalam kisaran negatif 3,5% hingga negatif 5,1% akibat COVID-19.
“Di kuartal II kami menggunakan titik di minus 3,8 persen atau dalam range antara minus 3,5% hingga minus 5,1%,” kata Sri Mulyani.
Untuk ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020, kata Menkeu, hanya mampu mencapai 2,97% sudah termasuk penurunan cukup drastis karena rerata mampu tumbuh hingga 5%. “Ini penurunan cukup tajam dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan kita yang berada di atas 5 persen,” tegasnya.
Sri Mulyani memastikan pemerintah akan mendorong perekonomian sehingga terjadi pemulihan pada kuartal III yang diproyeksi bakal membaik sekitar minus 1% hingga tumbuh positif 1,2%. Untuk kuartal IV, Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di zona positif 1,6% hingga 3,2%. (SKO)