Sinyal Ekonomi Positif, Neraca Perdagangan Juni Surplus US$1,27 Miliar
Rilis data neraca perdagangan yang surplus justru direspons negatif para pelaku pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan dan rupiah terdepresiasi di pasar spot.
Industri
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekspor dan impor membuat neraca perdagangan pada Juni 2020 surplus senilai US$1,27 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kinerja neraca perdagangan RI pada Juni 2020 menggembirakan. Angkanya menunjukkan surplus dengan nilai ekspor US$12,03 miliar dan impor US$10,76 miliar.
“Neraca perdagangan Juni 2020 ini menggembirakan karena ekspornya tumbuh, impornya juga tumbuh. Ekspor tumbuh di sektor, baik pertanian, industri, maupun pertambangan. Kembali, semoga menjadi sinyal positif pada bulan-bulan berikutnya,” katanya saat konferensi pers virtual di Jakarta, Rabu, 15 Juli 2002.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dengan demikian, BPS mencatat neraca perdagangan RI selama periode Januari-Juni 2020 berada di posisi surplus US$5,5 miliar. Angka tersebut jauh membaik dari neraca perdagangan periode yang sama tahun sebelumnya yakni defisit US$1,93 miliar.
“Jadi, dengan meliha posisi ini sebetulnya neraca perdagangan kita, baik selama Juni 2020 maupun Januari-Juni 2020 bagus,” kata dia.
Suhariyanto menjelaskan, kinerja ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas yang mencapai US$580 juta atau naik 3,8% dari bulan sebelumnya. Sedangkan, ekspor nonmigas sebesar US$11,45 miliar atau melonjak 15,73%.
Peningkatan nilai ekspor migas terjadi lantaran harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) naik 42,9% menjadi US$36,6 per barel pada Juni 2020.
Peningkatan ekspor nonmigas disumbang oleh industri pertanian 18,99% menjadi US$280 juta, industri pengolahan naik 15,96% menjadi US$9,6 miliar, dan industri pertambangan naik 13,69% menjadi US$1,51 miliar.
IHSG dan Rupiah Justru Melemah
Rilis data neraca perdagangan yang surplus justru direspons negatif para pelaku pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan dan rupiah terdepresiasi di pasar spot.
Pada perdagangan Rabu, 15 Juli 2020, IHSG dibuka menguat ke level 5.094,16. Bahkan, IHSG sempat menyentuh level tertinggi 5.112,05 pada awal perdangan.
Akan tetapi, tekanan terus terjadi di lantai bursa terutama setelah jeda perdagangan sesi I. Hingga menjelang penutupan perdagangan sesi II, IHSG masih terkoreksi 0,07% di level 5.075,79.
Setali tiga uang, nilai tukar rupiah di pasar spot juga tertekan. Dikutip dari Bloomberg, rupiah melemah 0,95% sebesar 137 poin ke level Rp14.587 per dolar Amerika Serikat. Sepanjang hari, rupiah diperdagangkan pada rentang Rp14.450-Rp14.597 per dolar AS. (SKO)