Sinyal HGBT Diperpanjang, Cek Kinerja Saham GGRP, TPIA, dan CAKK
- Ketujuh subindustri telah mendapatkan manfaat dari subsidi pembelian gas murah di bawah US$6 per MMBtu dibandingkan dengan harga pasar Asia yang sebesar US$9,82 per MMBtu.
Bursa Saham
JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, memberikan sinyal positif untuk memperpanjang kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang seharusnya dicabut pada 31 Desember 2024 mendatang.
Meski begitu, Arifin belum juga mengungkapkan hingga kapan kebijakan HGBT akan diperpanjang, serta kapan peraturan terbarunya akan diterbitkan. “Terus. (HGBT) terus jalan,” ujarnya di Tangerang, Banten, dilansir dari Antara pada Rabu, 15 Mei 2024.
Sejatinya pencabutan subsidi HGBT juga telah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 91.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. Pertanyaanya, seberapa berdampak kebijakan ini terhadap industri?
Sejak pertama kali diterbitkan pada 2020, ketujuh subindustri yang meliputi industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet, telah mendapatkan manfaat dari subsidi pembelian gas murah di bawah US$6 per MMBtu dari harga pasar Asia sebesar US$9,82 per MMBtu.
Dengan harga tersebut, diharapkan ketujuh subindustri yang menerima kebijakan HGBT dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas, sehingga meningkatkan margin keuntungan bagi industri pengguna.
Alhasil, ketujuh subindustri tersebut berhasil meningkatkan nilai tambah ekspor pada periode 2021–2023 sebesar Rp84,98 triliun, dengan sektor oleokimia mencatat nilai ekspor tertinggi sebesar Rp48,49 triliun.
Selain peningkatan ekspor, pajak yang dihasilkan mencapai level Rp27,81 triliun. Efek berganda dari pemberian HGBT juga mendorong investasi baru sebesar Rp31,06 triliun dan mengurangi subsidi pupuk sebesar Rp13,33 triliun akibat penurunan Harga Pokok Penjualan (HPP) produksi.
Pertanyannya, bagaimana kinerja saham penerima kebijakan gas murah yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI)? Namun, perlu dicatat kinerja nilai emiten tidak sepenuhnya ditentukan oleh penekanan biaya produksi, melainkan lebih ke fundamental perusahaan yang kuat.
PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP)
PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP) yang merupakan emiten baja ini memanfaatkan kebijakan HGBT untuk mengisi komponen energi yang dipakai pada pabrik perseroan. Dalam struktur biaya GGRP sepanjang 2023, komponen energi hanya mengisi 6% - 8%.
Dari lantai bursa, pada perdagangan Rabu, 15 Mei 2024, pada pukul 10:43 WIB, harga saham GGRP tidak bergerak di level Rp416 per saham. Pada periode berjalan tahun ini atau (year-to-date/ytd), saham GGRP tertekan 10,73%.
Meski begitu, selama satu minggu dan satu bulan terakhir, nilai emiten baja yang didirikan di Medan, Sumatera Utara ini terpantau memantul ke atas masing-masing sebesar 1,46% dan 1,96%. Adapun PER dan PBVR saham GGRP berada di angka 5.84 dan 0.37.
Berdasarkan laporan keuangan per 31 Maret 2024, GGRP berhasil membukukan penjualan bersih sebesar US$162,55 juta. Meski turun 22,68% secara tahunan, laba bersih Gunung Raja Paksi malah terpantau melesat 132,28 secara tahunan menjadi US$13,59 juta.
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA)
PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang merupakan benchmark emiten petrokimia memanfaatkan kebijakan HBGT untuk biaya pabrikasi dengan proporsi sekitar 10% dari total Cost of Goods Sold (COGS).
Saham TPIA sendiri terpantau melesat 9,20% ke level Rp9.200 per saham. Pada periode berjalan tahun ini, sahamnya telah melesat 74,76%. Adapun PER dan PBVR emiten Prajogo Pangestu ini berada di level -377,63 dan 18.45.
Asal tahu saja, emiten berkodekan saham TPIA sepanjang tiga bulan pertama tahun ini mencatatkan kerugian senilai US$33,12 juta atau setara Rp538,64 miliar (kurs Rp.16.260 per satu dolar)
Kerugian TPIA itu berbalik dari keuntungan pada kuartal I-2023 yang meraup laba bersih US$8,57 juta. Selaras dengan kerugian, pendapatan TPIA sepanjang tiga bulan pertama tahun ini juga susut 6,05% secara tahunan menjadui US$471,91 juta.
PT Cahayaputra Asa Keramik Tbk (CAKK)
Emiten keramik terafiliasi Hermanto Tanoko, PT Cahayaputra Asa Keramik Tbk. (CAKK), mengalami penurunan kinerja sepanjang 2023. CAKK membukukan pendapatan Rp208,63 miliar sepanjang 2023, turun 16,65% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp250,32 miliar.
CAKK tercatat merugi sebesar Rp34,08 miliar pada 2023, setelah tahun sebelumnya mencatat laba bersih Rp10,55 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh beban penjualan yang meningkat 97,76% secara tahunan atau senilai Rp7,98 miliar, terutama karena kenaikan ongkos angkut.
Dari sisi produksi, harga pokok produksi CAKK turun 22,5% dari Rp265,7 miliar pada 2022 menjadi Rp205,78 miliar pada 2023. Beban overhead pabrik juga turun 14,92% dari Rp116,54 miliar menjadi Rp136,98 miliar.
Penurunan beban produksi ini menunjukkan efisiensi, meskipun kenaikan beban ongkos angkut menjadi faktor utama penurunan kinerja perusahaan tahun lalu. Dari lantai bursa, saham CAKK pada perdagangan hari ini berhasil menguat 1,57% ke level Rp129 per saham. Namun, pada periode berjalan tahun ini, sahamnya tertekan 30,27%.