Sirekap.jpg
Nasional

Sirekap dan Tantangan Digitalisasi di Pilkada Serentak 2024

  • Menjelang Pilkada Serentak 2024, kritik terhadap Sirekap terus berkembang. Salah satunya datang dari Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), yang mengingatkan pentingnya evaluasi dan perbaikan pada sistem ini.

Nasional

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadikan digitalisasi sebagai program unggulan untuk meningkatkan layanan publik. Kebijakan strategis ini bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi dalam pemerintahan, menciptakan layanan yang efisien, transparan, serta berdampak positif bagi masyarakat.

Wakil Ketua Tim Ekonomi, Laode Kamaluddin, menegaskan program ini akan menjadi prioritas, melanjutkan inisiatif sebelumnya yang telah terbukti efisien, menghemat anggaran hingga 30%, dan meningkatkan kualitas layanan publik. 

Digitalisasi juga diharapkan dapat mendukung sektor-sektor strategis, seperti energi terbarukan dan industri kreatif, serta meningkatkan daya saing global dan menarik investasi. Namun, penerapan digitalisasi ini kadang menimbulkan polemik, seperti yang terjadi dengan Sirekap pada Pilpres 2024 lalu.

Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap), yang diperkenalkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilpres 2024, sempat menjadi sorotan karena berbagai masalah yang muncul selama penerapannya. 

Hal tersebut karena banyak daerah di Indonesia, terutama wilayah terpencil, menghadapi keterbatasan infrastruktur teknologi, seperti akses internet yang lambat atau tidak tersedia, yang menghambat pengiriman data dari TPS ke server pusat.

Selain itu, Sirekap juga dikritik karena rentan terhadap serangan siber dan manipulasi data, serta tidak adanya audit keamanan terbuka yang menimbulkan keraguan terhadap integritas data. 

Di lapangan, banyak petugas TPS yang kesulitan mengoperasikan Sirekap karena pelatihan yang terbatas, sementara masalah teknis seperti foto buram, gagal unggah data, dan aplikasi yang crash juga sering terjadi.

Menjelang Pilkada Serentak 2024, kritik terhadap Sirekap terus berkembang. Salah satunya datang dari Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), yang mengingatkan pentingnya evaluasi dan perbaikan pada sistem ini. 

Oleh karena itu, Koordinator JPPR Kabupaten Subang, Deni Subroto meminta KPU untuk terus menguji kelayakan aplikasi Sirekap agar semakin matang sebelum digunakan pada Pilkada Serentak 2024. 

Deni berharap kritik ini diterima sebagai masukan konstruktif, sehingga Sirekap dapat terus diperbaiki dan Pilkada Serentak 2024 dapat berlangsung dengan kualitas, integritas, dan transparansi yang lebih baik.

“Semakin sering diuji, maka sistem akan semakin baik. Kritik ini harus dijadikan upaya perbaikan agar Pilkada Serentak 2024 bisa berlangsung aman, damai, dan berkualitas,” ujar Deni, dikutip dari RRI, Jumat, 15 November 2024.

Sementara itu, KPU mengatakan bahwa Sirekap pada Pilkada Serentak telah mengalami berbagai penyempurnaan agar aplikasi ini dapat digunakan lebih baik, seperti penambahan fitur arithmetic guard, perbaikan sistem optimal mark recognition, serta opsi pemindahan data melalui bluetooth jika internet mati.

Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menilai bahwa Sirekap dapat memperkokoh demokrasi dan aspek transparansi dalam pemilu. "Dalam sosialisasi Sirekap mobile, saya menyatakan bahwa ini adalah bagian dari ikhtiar kita untuk memperkokoh demokrasi konstitusional yang transparan, akuntabel, dan profesional," kata Rifqinizamy di Jakarta, Jumat, 8 November 2024. 

Namun, berdasarkan peraturan KPU dan hasil rekomendasi dalam rapat dengar pendapat KPU dengan Komisi II DPR RI, Sirekap bukanlah acuan utama hasil rekapitulasi suara. Ia menjelaskan Sirekap hanya berfungsi sebagai alat bantu dalam kinerja penghitungan suara yang dilakukan KPU secara berjenjang, mulai dari TPS, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat, untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik.