<p>Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Sistem Keuangan Indonesia Makin Kokoh, Tapering Off The Fed Bukan Ancaman Besar Lagi

  • Sistem keuangan Indonesia yang semakin kokoh dinilai cukup untuk mengantisipasi tapering off.

Industri

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA - Pengetatan moneter yang dilakukan Amerika Serikat (AS) pada akhir tahun ini membawa kekhawatiran terhadap pasar keuangan di emerging market, termasuk Indonesia. Taper tantrum yang terjadi pada 2013 membuat pemerintah khawatir aksi tapering off The Fed bakal mengguncang stabilitas keuangan Indonesia. 

Ekonom sekaligus Komisaris Independen PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Raden Pardede mengatakan potensi tapering off yang dilakukan pada akhir 2021 sebetulnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Sistem keuangan Indonesia yang semakin kokoh dinilai Raden cukup untuk mengantisipasi tapering off. 

“Sistem keuangan kita semakin kuat, semua aspek sudah menguat dibandingkan beberapa tahun lalu, dampaknya akan sangat kecil saya kira,” ucap Raden dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) X-2021, Kamis, 7 Oktober 2021.

Pemerintah ditopang oleh Bank Indonesia (BI) yang kini memiliki cadangan devisa raksasa. Otoritas moneter melaporkan nilai cadangan devisa Indonesia Agustus 2021 menembus US$144,8 miliar atau setara Rp2.05 kuadriliun (Asumsi kurs Rp14.204,25 per dolar AS) atau tertinggi sepanjang sejarah.

Diuntungkan Kondisi Perdagangan 

Raden mengatakan cadangan devisa tersebut cukup bagi BI untuk menjaga stabilitas mata uang rupiah. Menilik ke belakang, nilai mata uang rupiah cenderung stabil meski ada gejolak pandemi COVID-19 dan ketidakpastian ekonomi.

Hal ini tercermin dari pergerakan rupiah yang hanya terdepresiasi 2,24% point to point. Angka ini lebih baik dibandingkan Bath Thailand sebesar 10,16%, Won Korea 7,02%, Ringgit Malaysia 4,75%, hingga dolar Singapura sebesar 2,72%.

Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia juga diuntungkan oleh kondisi perdagangan internasional. Seperti diketahui, Indonesia tengah mengalami surplus neraca perdagangan yang berimplikasi positif terhadap kondisi permintaan hingga potensi penciptaan lapangan pekerjaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar US$4,74 miliar setara Rp67,5 triliun (kurs Rp14,242 per dollar AS) pada Agustus 2021.

“Ekspor kita semakin bagus, produktivitas pelaku usaha juga semakin terdorong dan semoga ini bisa membantu pemulihan ekonomi Indonesia,” jelas Raden. 

Menjaga Stabilitas Konsumsi 

Sejumlah keuntungan tersebut membuat Indonesia bisa menahan ancaman dari eksternal. Di dalam negeri, Raden menilai penting bagi pemerintah untuk menjaga ritme konsumsi rumah tangga dan investasi.

Pasalnya, sebanyak 89% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berasal dari dua variabel tersebut. Pemerintah dengan porsi 9%, kata Raden, harus mengakselerasi pemulihan ekonomi dengan sederet insentif dan bauran kebijakan yang membawa multiplier effect. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pandemi COVID-19 menjadi momentum reformasi, tidak hanya di sektor kesehatan, namun juga ekonomi.

Ambil contoh, reformasi di industri perbankan yang sangat masif pada tahun ini. Hal ini, kata Budi, semakin menunjukan adanya pola perubahan perilaku yang struktural.

“Tahun ini menjadi  the biggest banking reform , semuanya diperkuat. Ada banyak hal yang terjadi mulai dari merger  perubahan model bisnis dan lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat” jelas mantan Direktur Utama (Dirut) PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) itu dalam kesempatan yang sama.