Situasi Pandemi Mereda, Industri Rokok Kian Mengepul?
- Volume penjualan industri rokok secara keseluruhan di Indonesia mencapai tumbuh 7,7% year-on-year (yoy) menjadi 216,8 miliar batang hingga kuartal III-2021.
Industri
JAKARTA – Volume penjualan industri rokok secara keseluruhan di Indonesia mencapai tumbuh 7,7% year-on-year (yoy) menjadi 216,8 miliar batang hingga kuartal III-2021. Pada periode yang sama, penjualan sigaret kretek mesin (SKM) secara keseluruhan naik 5,9% yoy.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Christine Natasya menilai, volume penjualan rokok secara keseluruhan meningkat seiring dengan meredanya situasi pandemi dan pemulihan situasi ekonomi.
Ia mengatakan, pertumbuhan volume penjualan industri segmen tier 2 SKM disebabkan karena keuntungan cukai pajak. Sementara itu, pertumbuhan volume penjualan SKM premium ditopang oleh pembukaan kembali perekonomian.
- Bangun Pabrik Rokok IQOS, HM Sampoerna Realisasikan Investasi Rp2,4 Triliun
- 76 Perusahaan Pinjol Gulung Tikar, AFPI Tetap Pede
- Dituntut Uang Pesangon Rp40 Juta oleh Mantan Karyawan, Ini Kata Bank Mega
Terlepas dari itu, kata dia, pangsa pasar SKM justru turun menjadi 75,5% pada sembilan bulan pertama tahun ini, berbanding 75,7% di periode yang sama tahun lalu. Sedangkan, rokok linting putih yang baru diluncurkan telah meraih 0,3% dari total pangsa pasar.
“Adapun pangsa pasar sigaret kretek tangan (SKT) di triwulan ketiga 2021 sebesar 20,2 persen versus 19,4 persen sepanjang tahun 2020,” ujarnya melalui riset yang diterima TrenAsia.com, Senin, 6 Desember 2021.
Christine meyakini bahwa downtrading masih akan berlanjut sepanjang 2022. Di sisi lain, hingga akhir tahun ini, porsi segmen SKM di bawah tier 1 (V1) industri rokok terhadap total volume penjualan SKM telah meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Bagi dia, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 yang berada di bawah ekspektasi pekerja turut memengaruhi industri rokok. Pasalnya, daya beli bagi perokok berpenghasilan rendah yang cenderung merokok per batang akan melemah.
“Belum lagi anggaran bantuan sosial pemerintah tahun 2022 akan lebih rendah dari tahun 2021,” tambahnya.
Dirinya juga melihat bahwa preferensi konsumen untuk beralih ke merek dengan harga lebih rendah akan berlanjut di tahun depan, karena pertumbuhan cukai yang lebih tinggi pada tahun 2022 dibandingkan dengan 2021 akan mendorong perusahaan rokok untuk menanggung biaya.
“Apalagi, kenaikan harga jual rokok untuk beberapa merek unggulan belum sepenuhnya 100 persen sejak 2020,” tutup Christine.