logo
Kantor Pusat BFI Finance.
Energi

Skandal Korupsi Pertamina : Mafia Migas Kembali Merampok Uang Rakyat

  • Tanpa peran aktif Presiden jangan harap mafia migas yang powerful dapat diberantas dan mustahil perampokan uang negara tidak terulang lagi

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka atas dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023, yang menyebabkan kerugian rakyat dan negara sekitar Rp193,7 triliun.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyebut, modus yang digunakan dalam merampok uang negara kali ini serupa dengan modus mafia migas sebelumnya. Modus tersebut adalah markup impor minyak mentah dan BBM, serta upgrade blending BBM dari Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92).

"Tindak pidana korupsi itu tidak hanya merampok uang negara, tetapi juga merugikan masyarakat sebagai konsumen BBM, yang membayar harga Pertamax namun yang diperoleh Pertalite yang harganya lebih murah," katanya kepada TrenAsia.com pada Kamis, 27 Februari 2025.

Fahmy menyarankan, agar perampokan itu tidak terulang kembali, aparat hukum harus mengganjar hukuman seberat-beratnya bagi tersangka. Lalu Pertamina harus melakukan operasi pembersihan besar-besaran terhadap oknum mafia migas yang masih berada di lingkungan Pertamina.

Dosen UGM ini juga memberikan pesan ke  Presiden Prabowo harus menjadi Panglima dalam Pemberantasan Mafia Migas, yang merupakan persekutuan sejumlah pihak, di antaranya: oknum dalam Pertamina, oknum Pemerintah, oknum DPR, dan backing aparat. "Tanpa peran aktif Presiden jangan harap mafia migas yang powerful dapat diberantas dan mustahil perampokan uang negara tidak terulang lagi," lanjutnya.

Kasus Petral

Fahmy mengaku teringat kembali kasus Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral). Sebelumnya PT. Pertamina (Persero) akan melikuidasi Petral.

Saat itu, Pemerintah membentuk Tim Reformasi Tata KelolaMigas ("Tim Reformasi") untuk melakukan kajian secara obyektif dan independen atas tata kelola migas yang tidak berkeadilan tersebut. Tim Reformasi telah memberikan beberapa rekomendasi yang lugas dan tanpa kepentingan untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Salah satu rekomendasi Tim Reformasi yang langsung ditindaklanjuti adalah pengembalian kewenangan pengadaan dari Petral ke tangan Pertamina melalui Integrated Supply Chain (ISC). Langkah yang mulai diambil Pertamina di awal 2015 itu mengakibatkan dengan sendirinya peran Petral menjadi tidak diperlukan lagi dalam proses pengadaan. Oleh karena itu, bersama kedua anak usahanya Pertamina Energy Services (PES) Pte. Ltd. dan Zambesi Investment Ltd., Petral dilikuidasi.

Keputusan ini diambil sebagai bentuk komitmen untuk memutus praktik-praktik buruk di masa lalu dalam pengadaan BBM dan minyak mentah. Sesuai rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Petral ditutup setelah sebelumnya dilakukan audit investigasi.