Skema Dana Talangan BUMN Krakatau Steel Rp3 Triliun Lewat MCB, Dirut Pastikan DER Aman
Dana talangan Rp3 triliun ini telah disepakati dengan skema mandatory convertible bond (MCB) atau obligasi wajib konversi. Pinjaman tersebut nantinya akan dikonversi (atau tidak) menjadi saham dalam waktu yang telah disepakati, yakni tujuh tahun mendatang.
Industri
JAKARTA – Pemerintah memastikan akan mengucurkan dana talangan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 senilai Rp3 triliun.
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) Silmy Karim mengaku hingga saat ini belum menerima kucuran dana dari pemerintah lantaran masih diproses di Kementerian BUMN.
Sebagai penerima dana talangan, emiten bersandi saham KRAS tersebut memastikan bahwa rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio/DER) perseroran bakal tetap aman meski menerima dana talangan Rp3 triliun dari pemerintah.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Menurut dia, segala strategi dan ketentuan yang berlaku atas dana talangan itu sudah dipersiapkan oleh pihak perseroan, sehingga tidak akan menganggu rasio utang. Manajemen KRAS juga tidak keberatan dengan mekanisme penyertaan modal negara (PMN), baik melalui rights issue atau pinjaman.
Pasalnya, dana talangan ini telah disepakati dengan skema mandatory convertible bond (MCB) atau obligasi wajib konversi. Pinjaman tersebut nantinya akan dikonversi (atau tidak) menjadi saham dalam waktu yang telah disepakati, yakni tujuh tahun mendatang.
“Nanti ‘kan masih tujuh tahun lagi. Ada skenarionya. Jadi tidak menambah DER,” tutur Silmy Karim saat berbincang di Kantor Redaksi TrenAsia.com, Jakarta Selatan, Rabu 23 September 2020.
Utang Sudah Menggunung
Meski bakal mendapatkan dana yang cukup besar, namun Silmy mengaku bahwa dana tersebut tidak akan digunakan untuk investasi atau pembayaran utang perseroan. Manajemen KRAS hanya akan menggunakan dana itu untuk relaksasi pasar baja pada sisi hilir.
Tujuannya, kata dia, semata-mata untuk menggairahkan pasar baja dari sisi hilir. Dengan begitu, permintaan baja di KRAS pun akan terkerek seiring meningkatnya permintaan.
“Kita lebih ke supaya relaksasi industri-industri pengguna hilir baja ini bisa tetap beroperasi. Kalau mereka mati, terus siapa yang beli produk KS (Kraktau Steel)?” tukasnya.
Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan perseroan per Semester I-2020, KRAS memiliki utang sebanyak US$2,06 miliar atau setara Rp29,46 triliun dengan asumsi kurs Rp14.300 per dolar Amerika Serikat (AS). Utang itu terdiri dari pinjaman jangka pendek US$179,87 juta atau Rp2,57 triliun.
Kemudian, utang jatuh tempo dalam setahun US$63,88 juta atau Rp913,58 miliar. Plus, utang jangka panjang US$1,81 miliar atau Rp25,99 triliun. Saat bersamaan, total ekuitas yang dimilik perseroan hanya tersisa US$471,33 juta atau Rp6,74 triliun.
Dengan total tersebut, maka kini DER perseoran per 30 Juni 2020 telah berada pada level 4,37 kali. Secara akademis, mestinya DER yang lebih dari 400% atau 4 kali lipat dari ekuitas maka sudah masuk kategori tidak aman. (SKO)