SMA/SMK Dominasi Penganguran, UKT Mahal Jadi Penyebabnya
- Berdasarkan data dari BPS, jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 7,2 juta orang.
Nasional
JAKARTA – Bonus demografi yang yang diproyeksikan akan berlangsung dalam beberapa tahun ke depan membuat jumlah pencari kerja meningkat. Sayangnya jumlah lapangan kerja tidak memadahi.
Menurut data survei angkatan kerja nasional yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja Indonesia pada kuartal I tahun 2024 mencapai 149,38 juta orang. Meningkat sebesar 2,76 juta dibandingkankuartal I 2023.
Meningkatnya jumlah angkatan kerja juga menjadikan pengangguran menjadi masalah yang signifikan. Berdasarkan data dari BPS, jumlah pengangguran di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 7,2 juta orang.
Tingkat pengangguran tertinggi masih didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan persentase sebesar 8,62 persen. Lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) menyumbang 6,73 persen dari total pengangguran, sementara lulusan dari jenjang pendidikan diploma IV, S1, S2, dan S3 tercatat sebesar 5,63 persen.
Selain itu, persentase setengah pengangguran meningkat sebesar 1,61 persen. Kenaikan ini menunjukkan, meskipun banyak orang bekerja, kualitas pekerjaan yang tersedia mungkin belum optimal. Golongan setengah pengangguran mencakup individu yang bekerja di bawah kapasitas atau dalam pekerjaan yang tidak sepenuhnya memenuhi kebutuhan mereka.
Di sisi lain, jumlah pekerja paruh waktu mengalami penurunan sebesar 0,73 persen poin. Penurunan ini bisa berarti beberapa pekerja paruh waktu berhasil menemukan pekerjaan penuh waktu atau mencerminkan penurunan fleksibilitas pasar kerja dalam menyediakan pekerjaan paruh waktu yang sesuai dengan kebutuhan pekerja.
- Percepat Pembangunan IKN, Pemerintah Habiskan Rp9 M untuk 'Pawang Hujan Modern'
- Potensi Produk Tembakau Alternatif Kurangi Risiko Akibat Merokok
- Dilantik Jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti Baru Punya Harta Rp61 Miliar
Penyebab Pengangguran Lulusan SMA/SMK Tinggi
Salah satu faktor utama tingginya jumlah pengangguran di kalangan lulusan SMA/SMK adalah sulitnya melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi.
Masalah pembiayaan menjadi penyebab rendahnya angka partisipasi kasar (APK) di pendidikan tinggi. Banyak lulusan SMA/SMK yang tidak memiliki akses ke pendidikan yang lebih tinggi akibat keterbatasan dana, sehingga mereka kesulitan untuk bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif.
Fakta tersebut bukan isapan jempol belaka, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito, tak membantah fakta tersebut
"Kami menyadari bahwa APK perguruan tinggi dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan pembiayaan menjadi salah satu aspek penting," papar Warsito, dalam keterangan resminya yang dirilis Puslapdik Rabu, 7 Agustus 2024.
- Percepat Pembangunan IKN, Pemerintah Habiskan Rp9 M untuk 'Pawang Hujan Modern'
- Potensi Produk Tembakau Alternatif Kurangi Risiko Akibat Merokok
- Dilantik Jadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti Baru Punya Harta Rp61 Miliar
UKT Setinggi Langit
Pada bulan April hingga Mei, masyarakat dikejutkan oleh lonjakan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang signifikan. Kebijakan ini memicu gejolak dan protes di kalangan mahasiswa dan masyarakat. Merespons situasi yang memanas, Mendikbudristek Nadiem Makarim akhirnya membatalkan kenaikan UKT pada akhir Mei 2024.
Keputusan ini diambil setelah Nadiem mengadakan pertemuan dengan para rektor universitas dan mendengarkan aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan beberapa hari sebelumnya. Nadiem juga bahwa pembatalan kenaikan UKT ini telah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
"Pembatalan kenaikan UKT, kenaikan IPI, dan detail teknisnya akan disampaikan Dirjen Diktiristek dalam surat dan tim sudah menerima aspirasi berbagai pihak. Surat Dirjen akan diterbitkan segera agar pimpinan perguruan tinggi negeri dapat mengimplementasikan kebijakan dengan lancar," terang Nadiem kala itu 27 Juli 2024 lalu.
Pemerintah diharapkan dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah pengangguran, termasuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Dengan demikian, bonus demografi yang sedang berlangsung dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.