Smelter Harita Nickel
Energi

Smelter Diminta Impor Biji Nikel, Cegah Oversupply?

  • Menurut data APNI, kebutuhan komoditas untuk industri smelter nikel hanya sekitar 215 juta ton hingga 2027.

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mendorong pengusaha untuk mengimpor bijih nikel. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga cadangan nikel dalam negeri agar tidak berlebihan.

Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey meminta, pemerintah untuk tidak berlebihan dalam menerbitkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk rencana produksi nikel.

Meidy mengatakan, alasan mendorong impor bijih nikel Karena dengan importasi bijih nikel pada akhirnya akan berdampak pada proyeksi produksi dan harga di pasar dunia.

"APNI mendorong impor bijih nikel sebanyak-banyaknya, yang penting pengolahan bijih nikel di dalam negeri," kata Meidy di Kantor Kementerian Keuangan Senin 22 Juli 2024.

Meski tak menampik, harga biji nikel impor memang lebih mahal dari bijih nikel lokal, namun dengan cara tersebut impor biji nikel akan meningkatkan harga domestik. Sehingga Ia meminta pemerintah memberikan ruang impor dalam RKAB industri nikel.

Menurut data APNI, kebutuhan komoditas untuk industri smelter nikel hanya sekitar 215 juta ton hingga 2027. Namun pabrikan butuh membangun stok bijih nikel yang membuat total kebutuhan bijih nikel hingga 2027 sekitar 280 juta ton.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara pada Mei 2024 bahwa tahun telah menerima pengajuan RKAB 747 perusahaan mineral termasuk salah satunya adalah nikel. Berdasarkan RKAB yang telah diajukan, jumlah rencana produksi nikel Indonesia untuk periode 2024-2027 sebesar 240 juta ton.

Simbara Kontrol Produksi Nikel

Sebelumnya, pemerintah meluncurkan Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara antara Kementerian dan Lembaga (Simbara) pada komoditas nikel dan tmah. Harapannya hal ini dapat mengontrol produksi nikel di dalam negeri.

“Kita berharap Simbara ini betul-betul proper, betul-betul terkondisikan, betul-betul terimplementasi khususnya wilayah-wilayah remote area. Tambang itu banyak yang ada sinyal, jadi banyak area remote yang betul-betul bisa melaporkan detail dan faktual,” ujar Meidy.

Peluncuran ini dihadiri langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Arifin Tasrif, hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, negara akan mendapat tambahan pemasukan sebesar Rp5 hingga Rp10 triliun dengan masuknya komoditas timah dan nikel dalam Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian atau Lembaga (Simbara).

Tak hanya itu, Luhut mengklaim jika Simbara juga turut memberikan dampak positif untuk mengubah dunia pertambangan termasuk ke aspek lingkungan dan pekerja.

"Hari ini sudah diluncurkan, saya bilang ini bisa dapat berapa? Rp5 sampai Rp10 triliun, hanya royalti, tidak bicara pajak," jelasnya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan pihaknya berkontribusi dalam penyediaan data badan usaha terdaftar. Di mana perusahaan tambang yang membuat billing royalti pada aplikasi E-PNBP sudah terdaftar pada Minerba One Data Indonesia (MODI) dan telah memiliki persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).

Dengan integrasi tersebut, maka dapat dipastikan hanya perusahaan tambang yang terdaftar dan memiliki RKAB yang dapat membuat billing professional, yang setelah dibayarkan akan mendapatkan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN).