Smelter Freeport di JIIPE Gresik Bakal Rugi Rp300 Triliun Kalau Tak Lakukan Ini
- Potensi kerugian yang bisa dideritaPT FreeportIndonesia jika tidak memiliki industri hilir di JIIPE Gresik yang bisa menampung bahan baku tembaga tembus Rp300 triliun.
Industri
JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyambut langkah PT Freeport Indonesia (PTFI) membangun smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur.
Kendati demikian, dia mewanti-wanti potensi kerugian yang bisa diderita penambang Grasberg tersebut jika tidak memiliki industri hilir yang bisa menampung bahan baku tembaga.
"Kalau nggak di tahun 2043 dimana Freeport selesai kontrak itu rugi kita, Rp300 triliun. Makanya harus ada industri di situ, kalau dijual kan murah. Kalah sama China. Dan di sekitar JIIPE harus ada industri hilirnya," kata Agus ketika dihubungi TrensAsia.com, Minggu, 24 Oktober 2021.
- Valuasi GoTo Tembus US$30 Miliar, Investor Lokal Untung Besar
- Patok Harga IPO Rp775 – Rp975, Mitratel Bakal Cetak Rekor Raup Rp24,9 Triliun
- Keren! Sinar Mas Land Borong 9 Penghargaan di Golden Property Awards 2021
Ada industri hilir yang menggunakan bahan baku tembaga seperti industri otomotif, industri elektronik, kabel, pabrik AC, konstruksi instalasi listrik hingga kendaraan listrik.
Agus mengatakan jika tidak mau mengalami kerugian maka pemerintah harus memberikan subsidi setiap tahun agar proyek itu terjalan berjalan meski produknya tidak terserap optimal.
Untuk itu, dia mendesak pimpinan Freeport Indonesia agar segera mencari industri hilir yang bisa beroperasi di JIIPE Gresik sehingga langsung menyerap produk tembaga yang diolah smelter.
"Kemarin saya diskusikan dengan Dirut Freeport (Tony Wenas) saya bilang, 'lu musti cari itu industrinya kalau nggak rugi'," katanya.
Adapun smelter Freeport di JIIPE Gresik memiliki kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat per tahun. Produk hasil smelter ini mencakup 480.000 logam tembaga dan 600.000 ton katoda tembaga.
Estimasi pendapatan tembaga dari smelter Gresik mencapai Rp76 triliun dua kali lipat dari nilai investasi sebesar US$3,5 miliar setara Rp42 triliun.
Selain tembaga dan turunannya, smelter ini juga akan memurnikan emas. Smelter Freeport diperkirakan akan menghasilkan 35 ton emas per tahun yang nilai transaksinya mencapai Rp30 triliun.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan PTFI menggandeng PT Chiyoda International Indonesia untuk melakukan pekerjaan Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) pada tahap konstruksi.
Kedua perusahaan menandatangani Kontrak Kerja Sama EPC pada15 Juli 2021 lalu.
Sejak 2018, PTFI telah mengerjakan sejumlah tahapan pengerjaan seperti Front-End Engineering Design (FEED), reklamasi dan penguatan lahan, serta rekayasa detail. Kemajuan pembangunan smelter Gresik telah mencapai 8% hingga tahun ini.
Tahap awal pengerjaan proyek yang dibangun di atas lahan seluas 100 Ha ini sudah menghabiskan biaya sekitar US$450 juta setara Rp6,3 triliun.
Tony mengatakan, pendanaan proyek pembangunan smelter Gresik berasal dari pinjaman perbankan dan internal kas perusahaan.
Lembaga pembiayaan, kata dia, telah menyetujui komitmen US$1 miliar. Selebihnya, pendanaan akan diambil dari kantong PTFI dan sumber pendanaan lainnya. Namun dia belum menjelaskan sumber pendanaan seperti apa yang akan diambil perusahaan.
Pembangunan ditargetkan akan selesai dalam jangka waktu lima tahun, diundur 4-5 bulan dari target awal karena digebuk pandemi. Rencananya, konstruksi smelter selesai pada 2026, atau dua tahun setelah Jokowi lengser.
"Ada kendala pandemi sehingga proses penyelesaiannya mungkin 5 tahun ditambah sekitar 4-5 bulan. Ini sama seperti proyek-proyek lain di dunia yang hampir semua tertunda akibat situasi pandemi," katanya pekan lalu.
Perlu diketahui bahwa pembangunan smelter Gresik merupakan bagian dari klausul divestasi saham Freeport oleh PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Persero (sekarang MIND ID).
Dalam klausul itu, PTFI berjanji membangun smelter baru sebagai jaminan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang menjadi bagian dari izin keberlanjutan operasi penambangan di Grasberg hingga 2041.*