Smelter Nikel Pertama di Indonesia Siap Dibangun, Rogoh Kocek Rp3,98 Triliun dari Sindikasi Bank Mandiri
- PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) grup melalui anak perusahaannya PT Ceria Metalindo Prima (CMP) siap membangun pabrik pemurnian bijih nikel atau smelter nikel pertama di Indonesia. Smelter tersebut rencananya akan dibangun di Desa Lapaopao, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Korporasi
JAKARTA - PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) grup melalui anak perusahaannya PT Ceria Metalindo Prima (CMP) siap membangun pabrik pemurnian bijih nikel atau smelter nikel pertama di Indonesia. Smelter tersebut rencananya akan dibangun di Desa Lapaopao, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Kesiapan pembangunan tersebut ditandai dengan adanya penandatanganan Perjanjian Kredit Sindikasi Fasilitas Term Loan Pembiayaan pada proyek itu yang dilakukan antara CMP dengan sindikasi bank yang dipimpin oleh Bank Mandiri dengan anggota Bank Jawa Barat Banten (BJB) dan Bank Sulawesi Selatan Barat (Bank Sulselbar).
Adapun nilai yang diteken dalam fasilitas term loan kepada CMP adalah sebesar US$277,69 juta, atau setara dengan Rp3,98 triliun (asumsi kurs Rp14. 300 per dollarAS). Pembiayaan tersebut nantinya akan digunakan CMP dalam mendukung baik proses pembangunan ataupun operasional yang akan dilakukan oleh perseroan di smelter tersebut.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi berharap bahwa proyek tersebut kedepannya dapat memberikan multiplier effect kepada masyarakat sekitar di wilayah Kolaka dan Sulawesi Tenggara lainnya.
"Pembangunan line smelter feronikel dengan kapasitas 23 ribu ton pertahun ini diharapkan akan memberikan multiplier effect dari sisi pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi dan investasi, maupun membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di kolaka dan sulawesi tenggara," terang Darmawan dalam keterangan pers dikutip Kamis, 7 April 2022.
Adapun, pembangunan fasilitas pemurnian bijih nikel tersebut merupakan yang pertama kalinya dan menjadi tonggak sejarah karena melibatkan dukungan penuh antara Pemerintah dan perbankan nasional untuk pertama kalinya dalam hal memberikan pembiayaan kepada perusahaan yang melakukan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yang hadir dalam acara penandatanganan perjanjian kredit sindikasi itu memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah berpartisipasi dalam pembangunan proyek smelter tersebut.
- Komisaris Lucy In The Sky Mundur, Bagaimana Nasib Wulan Guritno?
- Guci Batu Raksasa Misterius Ditemukan di India
- Harga Minyak Mentah Merosot Imbas Gencatan Senjata Yaman
Arifin mengatakan bahwa pembangunan fasilitas hilirisasi semacam ini sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Sementara itu, Direktur Utama CMP Derian Sakmiwata mengatakan bahwa pihaknya akan membangun empat line RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace) sebesar 72 MVA dengan total produksi pertahun diperkirakan sebesar 252 ribu ton feronikel dengan kadar 22%.
Selain itu, CMP juga akan membangun pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) dengan kapasitas total produksi hingga sebesar 103 ribu ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) pertahun dengan kandungan 39% nikel dan 4% kobalt.
"Dengan total investasi keseluruhan US$2,2 miliar, dimulai bertahap, dimulai dengan agenda hari ini. Total tenaga kerja yang akan terserap jika semua proyek berjalan adalah 5.000 orang," jelasnya.
Derian pun berterima kasih kepada Kementerian ESDM atas seluruh dukungan, termasuk promosi melalui market sounding yang dilakukannya kepada investor serta pemberian status Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dilanjutkan menjadi Objek Vital Nasional (Obvitnas) untuk proyek smelter yang tengah dikembangkan oleh perusahaannya saat ini.