logo
<p>Wisma BNI 46 menjadi simbol gedung-gedung pencakar langit di Jakarta / Shutterstock</p>
Makroekonomi

Soal Investasi Asing, Indonesia Kalah Cerdik dari Vietnam

  • Indonesia masih tertinggal dari Vietnam dalam hal Penanaman Modal Asing (PMA). Perizinan yang sulit dan proses yang lama menjadi penyebab utamanya.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo,  mengakui Indonesia masih tertinggal dari Vietnam dalam hal Penanaman Modal Asing (PMA). Perry mengungkapkan perbedaan investasi asing antara kedua negara disebabkan oleh perizinan yang sulit serta proses yang lebih lama di Indonesia. Hal ini membuat investor lebih memilih Vietnam sebagai tujuan investasi.

Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) tahun 2023, Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia tercatat sebesar US$ 21,96 miliar atau sekitar Rp357,95 triliun (kurs Rp16.300), menempatkan Indonesia di posisi kedua di Asia Tenggara. 

Sementara itu, Vietnam berhasil menarik investasi asing senilai US$ 23,18 miliar atau sekitar Rp377,83 triliun, mengungguli Indonesia dalam persaingan menarik modal asing.

Indonesia tertinggal dalam beberapa sektor strategis seperti elektronik, tekstil, dan layanan makanan. Investor dari Jepang dan Korea Selatan lebih memilih Vietnam karena proses perizinan yang lebih cepat dan kemudahan regulasi yang lebih menarik dibandingkan Indonesia. 

"Terutama Indonesia kalah dengan Vietnam untuk elektronik, tekstil, dan beberapa food services. PMA dari Jepang dan Korea lebih suka Vietnam daripada Indonesia karena izinnya lama di Indonesia,” ujar Perry dalam keterangan resmi di Jakarta dikutip, 10 Februari 2024.

Selain itu, Vietnam memiliki insentif pajak yang kompetitif serta ekosistem industri yang semakin berkembang, menjadikannya tujuan investasi yang lebih menarik.

PMA Perkapita Indonesia Kalah Telak dibanding Vietnam

Komisaris Utama PLN, Burhannuddin Abdullah, menyoroti bahwa rata-rata PMA per kapita Indonesia masih sangat rendah, yakni hanya US$ 100 per kapita atau sekitar Rp1,5 juta. 

Angka ini jauh tertinggal dibandingkan Vietnam yang mencapai US$ 400 per kapita atau sekitar Rp6 juta. Ia juga menekankan bahwa Vietnam mulai mengembangkan industrinya sejak 1990-an, sedangkan Singapura bahkan telah mencapai hampir US$ 2 juta per kapita atau sekitar Rp30 milyar dalam penarikan investasi asing.

"Vietnam itu baru bangun industrinya di tahun 1990-an, tapi avarage FDI sudah US$ 400 dolar, Singapura lagi hampir US$ 2 juta dolar," jelas Burhan kala mengisi Dialog Kebangsaan IKA UNPAD, di Jakarta, Minggu, 9 Februari 2024.

Burhannuddin menilai salah satu penyebab rendahnya investasi asing di Indonesia adalah inkonsistensi kebijakan ekonomi. Faktor ini membuat investor asing ragu untuk menanamkan modalnya di Tanah Air, mengingat ketidakpastian dalam regulasi dan kebijakan pemerintah. 

Selain itu, faktor infrastruktur dan tenaga kerja juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk bersaing dalam menarik investasi asing.

"Itu yang membuat pihak lain tidak suka masuk ke Indonesia," tambah Burhanuddin.

Di sisi lain, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa total investasi PMA di Indonesia sepanjang 2023 mencapai US$ 50,2 miliar (sekitar Rp818,26 triliun).

Singapura menjadi negara dengan investasi terbesar di Indonesia sebesar US$ 15,3 miliar (sekitar Rp249,39 triliun), disusul oleh Cina dengan US$ 7,4 miliar (sekitar Rp120,62 triliun), dan Hong Kong dengan US$ 6,5 miliar (sekitar Rp105,95 triliun). 

Meski angka investasi ini cukup besar, Indonesia masih tertinggal dari Vietnam dalam hal daya tarik investasi langsung.

Diperlukan Langkah Strategis

Menurut Burhannuddin diperlukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam menarik investasi asing. Beberapa di antaranya adalah reformasi perizinan yang lebih efisien, penyederhanaan regulasi yang selama ini dianggap membebani investor, serta kebijakan ekonomi yang lebih stabil dan berorientasi jangka panjang. 

Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas tenaga kerja serta infrastruktur guna mendukung pertumbuhan sektor industri.

Vietnam telah menunjukkan bagaimana kebijakan yang pro-investasi dapat menarik modal asing dalam jumlah besar. Negara ini telah mengadopsi kebijakan yang lebih terbuka terhadap investor asing, memberikan insentif pajak yang kompetitif, serta memastikan kepastian hukum bagi bisnis. 

Dengan langkah-langkah ini, Vietnam telah berhasil menjadikan dirinya sebagai salah satu destinasi utama investasi asing di Asia Tenggara.

Di tengah persaingan ketat di kawasan Asia Tenggara, Indonesia perlu melakukan reformasi kebijakan secara menyeluruh. Pemerintah harus memastikan adanya kepastian hukum, stabilitas ekonomi, dan kebijakan yang lebih menarik bagi investor asing. 

Jika tidak, maka Indonesia akan terus tertinggal dalam persaingan global untuk menarik investasi asing yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.