Menparekraf Sandiaga Uno.
Makroekonomi

Soal Pajak Hiburan Naik 40-75 Persen, Menteri Sandi Minta Pemda Tunggu Hasil Judul Review MK

  • Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyarankan Pemerintah Daerah (Pemda) menunggu keputusan hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi sebelum menerapkan pajak hiburan.

Makroekonomi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, menyarankan Pemerintah Daerah (Pemda) menunggu keputusan hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi sebelum menerapkan pajak hiburan.

Pria yang akrab disapa Sandi itu menyebut sejumlah Pemda di Tanah Air telah mengimplementasikan pajak hiburan sebesar 40% antara lain Pemda Badung, Tabanan, Gianyar, dan Kota Denpasar.

“Tapi saya sangat menyarankan dan nanti kita jadi bahasan dalam diskusi ini bahwa sembari kita menunggu hasil judicial review di MK, ini kita diskusikan dulu dengan para pelaku usaha,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Senin, 15 Januari 2024. 

Asal tahu saja, Kemenparekraf masih menantikan hasil judicial review setelah Asosiasi SPA Terapis Indonesia (Asti) baru mengajukan permohonan pada 3 Januari 2024.

Selama menunggu keputusan tersebut, Kemenparekraf terus berkomunikasi dengan pelaku industri jasa hiburan dan pihak terkait untuk membahas besaran ideal pajak untuk sektor ini.

Jika berkaca dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Sandi melihat biaya pajak yang ideal dikenakan untuk industri jasa hiburan berkisar antara 20%-25%.

“Mungkin itu yang pas untuk industri. Rezim pajak kita ini juga memberikan insentif banyak untuk investasi, sedangkan kita justru butuh investasi yang kita harapkan dari sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Makanya mungkin bentuk insentif itu bisa dalam bentuk insentif non fiskal dari segi insentif untuk berinvestasi,” jelasnya. 

Dia berharap, pariwisata Indonesia berdaya saing, berkualitas, berkelanjutan, serta mampu menarik wisatawan sehingga dapat berdampak positif terhadap ekonomi lokal dan penciptaan lapangan kerja.

“Jadi harus dicari suatu titik equilibrium di mana mereka bisa berusaha, tetap membuka lapangan kerja, tapi juga membayar komitmen terhadap penerimaan negara,” ujarnya.

Diketahui melalui Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah menetapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan, mencakup penjualan atau konsumsi barang dan jasa seperti makanan, minuman, tenaga listrik, perhotelan, parkir, serta kesenian dan hiburan. 

Adapun tarif PBJT maksimumnya adalah 10%. Untuk jasa hiburan di diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, tarif PBJT berkisar antara 40% hingga 75%, yang akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah (Perda).