Nampak sejumlah petani sayur yang merawat tanaman di lahan milik PT Angkasa Pura Bandara Soekarno Hatta, Kota Tangerang, Selasa 7 Juni 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Soal Reforma Agraria, Dosen UPN Dorong Skema Bottom-Up

  • Kesejahteraan petani dan distribusi lahan yang adil terus menjadi sorotan utama. Itu karena keduanya berhubungan erat dengan ketahanan pangan dan stabilitas sosial.

Nasional

Ilyas Maulana Firdaus

JAKARTA — Peringatan Hari Tani beberapa waktu lalu menjadi momentum yang sangat penting bagi negara agraris seperti Indonesia. Di tengah tantangan global dan perubahan iklim yang semakin mempengaruhi sektor pertanian, isu agraria tetap menjadi topik hangat yang diperbincangkan. 

Kesejahteraan petani dan distribusi lahan yang adil terus menjadi sorotan utama. Itu karena keduanya berhubungan erat dengan ketahanan pangan dan stabilitas sosial. Dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Deni Angela, menegaskan pentingnya reforma agraria di Indonesia. 

Menurutnya, langkah awal yang harus diambil adalah fokus pada pencatatan administratif yang dilakukan secara bottom-up. Ini berarti bahwa partisipasi masyarakat, khususnya petani, sangat diperlukan dalam proses ini. 

“Pencatatan yang melibatkan masyarakat diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kepemilikan lahan dan kondisi agraria di lapangan,” ujarnya kepada TrenAsia.com, belum lama ini. Deni menambahkan reformasi agraria tidak bisa dilepaskan dari ketimpangan kepemilikan lahan yang selama ini terjadi. 

Kesulitan Akses Lahan

Di Indonesia, terdapat banyak kasus di mana sekelompok kecil orang atau perusahaan memiliki lahan yang sangat luas, sementara banyak petani kecil yang kesulitan mendapatkan akses lahan.  “Pemerintah harus lebih serius dalam menangani masalah ini dengan melakukan pencatatan yang lebih sistematis dan transparan,” ujar Deni. 

Dia mengatakan tanah, sebagai sumber kehidupan, memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. “Ia bukan hanya sebagai tempat untuk menanam, tetapi juga sebagai sumber pangan dan mata pencaharian,” imbuhnya. 

Ketidakadilan dalam kepemilikan lahan seringkali menjadi pemicu konflik, perang, dan bahkan kolonialisme. Dalam sejarah, banyak negara mengalami perang akibat perebutan tanah yang subur. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan agraria yang adil dan merata sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial dan politik.

Dengan pendekatan bottom-up, Deni berharap akan ada kesadaran kolektif di antara masyarakat tentang pentingnya hak atas tanah. Petani dan masyarakat lokal harus dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait lahan agar mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab atas tanah yang mereka kelola. 

Dalam konteks ini, pendidikan dan pelatihan mengenai hak-hak agraria juga sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran petani. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk membangun infrastruktur yang mendukung aksesibilitas bagi petani.

Misalnya, penyediaan akses air irigasi, jalan yang memadai, serta fasilitas penyimpanan dan distribusi hasil pertanian. Semua ini akan sangat mendukung upaya peningkatan produktivitas dan kesejahteraan petani. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan kesejahteraan petani dapat terwujud dan ketimpangan kepemilikan lahan dapat diminimalisasi.