Soal Tembakau Alternatif, Indonesia Diharap Bisa Ikuti Jejak Swedia dan Norwegia
- Pada November 2022 lalu, Pemerintah Swedia telah mengonfirmasi tingkat merokok di negaranya turun menjadi 5,16% dari sebelumnya 11% pada 2015.
Nasional
JAKARTA – Keberhasilan Swedia dan Norwegia dalam menurunkan prevalensi merokok melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif diharapkan dapat ditiru Indonesia. Sebab, prevalensi merokok di Indonesia saat ini sudah menembus 69,1 juta jiwa.
Dalam forum diskusi dengan tema “From Smoke to Smokeless: Exploring THR Strategies from Across the Globe”, Profesor Tikki Pangestu, mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menjelaskan prevalensi merokok di Indonesia sudah tinggi. Namun, pemerintah belum juga memberikan dukungan kuat terhadap pemanfaatan produk tembakau alternatif.
Dengan memaksimalkan produk tembakau alternatif seperti yang dilakukan Swedia dan Norwegia, Indonesia berpeluang besar untuk menurunkan angka perokoknya. “Saya sangat terkesan dengan apa yang terjadi di Swedia dan Norwegia. Saya berharap hal itu bisa terjadi di Indonesia,” ucap Tikki.
- Kunjungi China, Menlu dari Negara Islam Desak Gencatan Senjata di Gaza
- RUU EBET Belum Rampung, Ini 4 Usulan Terbaru Pemerintah
- Komitmen Perbaiki Perusahaan, Waskita Targetkan Selesai Restrukturisasi Akhir 2023
Pada November 2022 lalu, Pemerintah Swedia telah mengonfirmasi tingkat merokok di negaranya turun menjadi 5,16% dari sebelumnya 11% pada 2015. Prestasi tersebut diwujudkan melalui strategi pengurangan bahaya tembakau dengan mamaksimalkan produk tembakau alternatif. Dengan angka tersebut, Swedia menjadi negara bebas asap pertama di Eropa.
Adapun berdasarkan data macrotrends.net, Norwegia berhasil menurunkan prevalensi merokok secara signifikan. Pada tahun 2000, prevalensi merokok di Norwegia sebesar 44%. Dalam 20 tahun kemudian, prevalensi merokok di negara ini menjadi 16.20%.
Tikki mengatakan, Pemerintah Indonesia disarankan untuk menghapus berbagai hambatan seperti masalah ekonomi politik, sosial budaya, dan kebijakan agar potensi dari produk tembakau alternatif dapat dimaksimalkan lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti senior di Institut Kesehatan Masyarakat Norwegia, Karl Erik Lund, menambahkan Norwegia dan Swedia memiliki posisi yang unik dalam menilai risiko kesehatan masyarakat.
Kedua negara memberikan akses bagi produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin (snus) untuk bersaing dengan rokok di pasar.
Produk tembakau alternatif yang popular digunakan di Nowegia dan Swedia adalah snus. Snus, kata Carl, memang tidak sepenuhnya bebas risiko kesehatan. Namun, produk ini menawarkan pengurangan risiko kesehatan jika dibandingkan terus merokok.
“Snus menjadi metode paling populer untuk berhenti merokok. Sebagian besar pengguna snus kini sudah menjadi mantan perokok,” ucap Karl, memaparkan bahwa pengguna snus tidak lagi merokok.
Dengan strategi pengurangan bahaya tembakau yang diterapkan ini, prevalensi merokok di negara-negara Skandinavia tersebut mengalami penurunan.