Ilustrasi cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT). Grafis: Deva Satria/TrenAsia
Nasional

Solusi Atasi Permasalahan Rokok, Pemerintah Diharapkan Lebih Terbuka Pada Produk Tembakau Alternatif

  • Tingginya jumlah perokok berkorelasi erat dengan meningkatnya angka penyakit terkait merokok.
Nasional
Liza Zahara

Liza Zahara

Author

Jakarta – Tingginya jumlah perokok berkorelasi erat dengan meningkatnya angka penyakit terkait merokok. 

Produk tembakau alternatif diproyeksikan dapat menjadi jawaban untuk menurunkan prevalensi perokok, sekaligus memperbaiki kualitas kesehatan masyarakat. 

Isu ini menjadi pembahasan dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Alomedika bertemakan Reducing the Harm of Smoking: Is Tobbaco Harm Reduction Feasible?

Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tikki Pangestu, mengatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah perokok sebanyak 69 juta orang. Selain menyebabkan dampak terhadap kesehatan masyarakat, tingginya jumlah perokok berimplikasi dalam aspek sosial ekonomi. 

Alasannya, Pemerintah pun menghadapi beban anggaran kesehatan akibat kebiasaan merokok.

“Dari perspektif kesehatan masyarakat dan sosial ekonomi, (hal ini) memerlukan strategi maupun intervensi serta kebijakan yang akan memungkinan dalam menurunkan prevalensi perokok di Indonesia,” kata Tikki yang menjadi salah satu narasumber dalam diskusi tersebut.

Menurut Tikki, strategi yang dapat dilakukan pemerintah saat ini adalah menerapkan konsep pengurangan bahaya dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantong nikotin. Sejumlah kajian ilmiah telah menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif mampu mengurangi risiko hingga 90%-95% dibandingkan rokok.

“Intervensi melalui produk-produk yang menerapkan konsep pengurangan bahaya itu lebih efektif dibandingkan produk-produk seperti nicotine replacement therapy dalam membantu mereka yang mau berhenti merokok,” tegas Tikki.

Produk tembakau alternatif akan semakin lebih efektif menekan prevalensi perokok apabila pemerintah memberikan kemudahan akses dan memperluas diseminasi informasi akurat kepada para perokok dewasa. Dengan begitu, semakin banyak perokok dewasa yang kesulitan berhenti merokok akan beralih ke produk tembakau alternatif dan penjualan rokok juga akan mulai turun. 

“Itu adalah strategi kunci untuk mengatasi masalah yang sangat kompleks ini. Produk hasil pengembangan teknologi dan inovatif seperti ini memiliki potensi sangat besar,” ungkap Tikki.

Dokter spesialis onkologi dari Inggris, Peter Harper, menambahkan sumber ragam penyakit dari rokok terdapat pada asapnya yang merupakan hasil proses pembakaran. Pada asap rokok mengandung sekitar 5.000 senyawa kimia, di mana sekitar 80 diantaranya bersifak toksik hingga dapat memicu timbulnya kanker. 

“Anda merokok untuk nikotin, tetapi meninggal karena asapnya,” ungkap Harper.

Oleh sebab itu, Harper menyarankan perokok dewasa untuk berhenti merokok. Apabila kesulitan berhenti langsung, maka produk tembakau alternatif adalah opsinya. Sebab, produk tembakau yang dipanaskan maupun rokok elektrik menerapkan sistem pemanasan, bukan pembakaran seperti pada rokok. 

Dengan penerapan sistem kerja tersebut, produk tembakau alternatif tidak menghasilkan asap dan abu.

“Berhenti langsung adalah pilihan terbaik. Apabila strategi saat ini belum berhasil, produk inovatif dapat membawa solusi untuk membantu mereka yang kesulitan untuk berhenti merokok sekaligus mengurangi dampaknya terhadap kesehatan,” kata Harper.

Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Tribowo Tuahta Ginting, meneruskan ada dua cara untuk membantu perokok dewasa, yaitu farmakologi dan non-farmakologi. Farmakologi adalah metode berhenti merokok dengan menggunakan obat-obatan seperti nicotine replacement therapy, sedangkan non-farmakologi lebih mengedepankan psikoterapi.  

“Berbagai macam cara telah dilakukan untuk mengurangi jumlah perokok dan bahaya merokok melalui pelatihan konseling. Namun pelatihan-pelatihan itu masih belum berjalan dengan baik sehingga banyak sekali masyarakat yang memerlukan obat untuk membantu mereka berhenti merokok,” ujarnya.

Masyarakat Indonesia, Tribowo menambahkan, membutuhkan adanya kombinasi antara farmakologi dan non-farmakologi. Hanya saja, nicotine replacement therapy belum tersedia di Indonesia sehingga upaya yang bisa dilakukan saat ini melalui psikoterapi. 

“Maka produk tembakau alternatif menjadi pilihan untuk beralih dari rokok dan mengurangi dampaknya,” kata Tribowo