S&P Turunkan Rating Utang, PLN Perkuat Likuiditas
Lembaga pemeringkat global Standard and Poor’s (S&P) menurunkan outlook rating utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari BBB stable menjadi BBB negatif.
Industri
Lembaga pemeringkat global Standard and Poor’s (S&P) menurunkan outlook rating utang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari BBB stable menjadi BBB negatif.
Sekretaris Perusahaan PLN Adi Setiawan mengatakan revisi outlook perseroan terjadi pada 20 April 2020. Penurunan prospek PLN merupakan kelanjutan dari penurunan sovereign rating Indonesia dari stabil menjadi negatif, lantaran peringkat perseroan masih disetarakan dengan pemerintah oleh S&P.
“Revisi outlook PLN merefleksikan sensitivitas terhadap rating Indonesia mempertimbangkan kedekatan yang erat dan 100% kepemilikan oleh pemerintah,” kata dia dalam laporan kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis, 14 Mei 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Dia menguraikan, metodologi S&P menganggap PLN sebagai government-related entities (GRE). Pemerintah akan memberikan dukungan kepada GRE untuk memenuhi kewajiban finansialnya tepat waktu, sehingga sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), akan mengikuti prospek dan peringkat Indonesia.
Untuk menyikapi revisi prospek dari S&P, kata dia, manajemen PLN menyadari betul pentingnya likuiditas sebagai going concern perseroan dan meningkatkan penilaian peringkat bagi PLN.
“Penguatan likuiditas telah dilakukan PLN dengan berbagai langkah konkret,” kata dia.
Pertama, melakukan optimasi belanja modal (capital expenditure/capex) dan belanja operasional (operational expenditure/opex). Kedua, penguatan modal kerja.
Kemudian ketiga, memastikan ketersediaan likuiditas valuta asing dan rupiah yang memadai. Keempat, manajemen risiko keuangan dan kelima, mengupayakan pembayaran kompensasi oleh pemerintah, serta langkah konkret lainnya.
“Diharapkan dengan diterapkannya langkah-langkah ini, dapat memperkuat likuiditas perusahaan, menurunkan risiko dan memperbaiki rating assessement bagi PLN,” tegasnya.
Sebagai informasi, per 30 September 2019, perusahaan pelat merah ini dan anak-anak usaha, memiliki liabilitas total Rp615,1 triliun. Utang jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu 3 bulan mencapai Rp6,63 triliun.
Per 30 September 2019, total aset PLN mencapai Rp1.549 triliun. Sedangkan, total ekuitas mencapai Rp934,7 triliun. Utang bank jangka pendek mencapai Rp23,35 triliun dan obligasi serta sukuk ijarah senilai Rp7,03 triliun.
Pendapatan usaha PLN periode Januari-September 2019 mencapai Rp209,29 triliun atau naik tipis 4,17% dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp200,91 triliun.
Setelah disubsidi pemerintah Rp40,64 triliun, PLN meraup laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk Rp10,84 triliun. Padahal, sembilan bulan pada 2018, PLN menderita rugi bersih Rp18,46 triliun. (SKO)