Ilustrasi industrasi reasuransi.
IKNB

Spin-off Asuransi Syariah: Antara Harapan dan Tantangan

  • Ketika produk syariah dan konvensional memiliki target pasar yang serupa, bisa terjadi persaingan internal yang tidak sehat. Pelanggan yang sebelumnya membeli produk konvensional mungkin beralih ke produk syariah, sehingga pertumbuhan bisnis salah satu produk justru menghambat pertumbuhan produk lainnya.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Rencana spin-off unit usaha syariah (UUS) di PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance/TUGU) memasuki tahap akhir. Targetnya, proses pemisahan ini akan rampung pada semester pertama tahun ini. Namun, di balik optimisme tersebut, Tatang Nurhidayat, Presiden Direktur Tugu Insurance, mengungkapkan sejumlah tantangan yang perlu dihadapi oleh industri asuransi secara keseluruhan.

"Kita harap nanti Juli itu selesai. Semester 1 itu selesai lah ya, semester 2 itu udah launching gitu, company barunya ya," ujar Tatang dalam media gathering di Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025. 

Tantangan Utama: Menjaga Momentum Pertumbuhan

Salah satu tantangan terbesar dalam proses spin-off adalah menjaga momentum pertumbuhan bisnis setelah pemisahan. Banyak kasus menunjukkan bahwa perusahaan yang baru saja melakukan spin-off justru mengalami perlambatan kinerja dibanding ketika UUS tersebut masih berjalan di bawah naungan induknya. 

Menurut Tatang, hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain:

  • Kanibalisme Produk: Ketika produk syariah dan konvensional memiliki target pasar yang serupa, bisa terjadi persaingan internal yang tidak sehat. Pelanggan yang sebelumnya membeli produk konvensional mungkin beralih ke produk syariah, sehingga pertumbuhan bisnis salah satu produk justru menghambat pertumbuhan produk lainnya.
  • Biaya Operasional yang Meningkat: Proses spin-off umumnya diikuti dengan peningkatan biaya operasional, seperti biaya pembentukan perusahaan baru, biaya pemasaran, dan biaya compliance. Kenaikan biaya ini bisa menekan profitabilitas perusahaan dalam jangka pendek.
  • Kurangnya Fokus: Manajemen perusahaan yang baru mungkin masih perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan struktur organisasi yang baru dan fokus pada pengembangan bisnis yang spesifik. Hal ini bisa menyebabkan penurunan efisiensi dan produktivitas.

Strategi Tugu Insurance Menghadapi Tantangan

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Tugu Insurance telah merumuskan beberapa strategi, antara lain:

  • Diferensiasi Produk dan Pasar: Perusahaan akan fokus pada diferensiasi produk dan pasar antara unit usaha syariah dan konvensional. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kanibalisme produk dan meningkatkan efisiensi pemasaran.
  • Penguatan Modal: Tugu Insurance akan meningkatkan modal untuk mendukung pertumbuhan unit usaha syariah. Modal yang kuat akan memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi dan investasi.
  • Kemitraan Strategis: Perusahaan terbuka untuk menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Kemitraan ini diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas jaringan distribusi.
  • Pengembangan Sumber Daya Manusia: Tugu Insurance akan terus mengembangkan kompetensi sumber daya manusia, terutama di bidang syariah. Hal ini penting untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki tenaga kerja yang berkualitas dan mampu menjalankan bisnis syariah secara efektif.

Baca Juga: Solusi Tes DNA Startup Nalagenetics: Tekan Overtreatment, Kurangi Beban Asuransi Kesehatan

Tantangan Regulasi dan Permodalan

Selain tantangan internal, Tugu Insurance juga menghadapi tantangan eksternal, seperti perubahan regulasi dan persyaratan permodalan yang semakin ketat.

Pergantian aturan PSAK 74 menjadi PSAK 117 dalam konteks perusahaan asuransi merupakan langkah penting dalam harmonisasi standar akuntansi di Indonesia dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). PSAK 117 mengadopsi IFRS 17, yang merupakan standar global untuk kontrak asuransi. 

Kemudian, ada pula tantangan yang hadir dari kewajiban pemisahan UUS. Menurut peraturan OJK, bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah dengan nilai aset mencapai 50% dari total nilai aset bank induk atau jumlah aset UUS minimal Rp50 triliun wajib melakukan pemisahan unit usaha syariahnya.

Selain itu, mulai 2026, perusahaan asuransi diwajibkan memiliki modal inti sebesar Rp250 miliar. Tak berhenti di situ, pada 2028, perusahaan dengan risiko bisnis lebih tinggi (KPPE 1) akan diminta menambah modal menjadi Rp500 miliar, sementara perusahaan dengan risiko tertinggi (KPPE 2) harus mencapai Rp1 triliun. 

Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas keuangan industri asuransi dan melindungi hak konsumen.

Opsi KUPA dan Kemitraan Strategis

Untuk mengatasi tantangan permodalan, Tugu Insurance tengah mempertimbangkan opsi untuk bergabung dengan Kelompok Usaha Perasuransian (KUPA). 

Dengan bergabung dalam KUPA, perusahaan dapat memenuhi persyaratan permodalan yang lebih rendah. Selain itu, Tugu Insurance juga membuka peluang untuk menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan lain, seperti bank syariah.

Tatang mengungkapkan, pihaknya melihat opsi untuk menjadi induk KUPA dan akan membawa UUS yang telah di-spin off sebagai entitas yang akan bernaung di bawah KUPA yang dipimpin oleh Tugu Insurance. 

“Jadi Tugu Insurance bisa menjadi leader KUPA sehingga sariahnya akan masuk ke dalam kelompok usaha itu dengan modal minimum yang lebih rendah. Tapi, dua kemungkinan itu masih kami kaji,” papar Tatang.