Sputnik V, Inilah Cara Kerja Vaksin Corona Yang Ditemukan Rusia
MOSKOW-Setelah hampir setengah tahun pertempuran melawan virus corona, secercah harapan muncul dengan pengumuman vaksin COVID-19 pertama yang terdaftar di Rusia. Namun, kabar itu mendapat respons tidak begitu baik terutama di media-media barat. Banyak dari mereka menyebut kurangnya data medis dari uji coba manusia yang tersedia untuk umum, serta ukuran kecil kelompok uji yang hanya berjumlah […]
MOSKOW-Setelah hampir setengah tahun pertempuran melawan virus corona, secercah harapan muncul dengan pengumuman vaksin COVID-19 pertama yang terdaftar di Rusia. Namun, kabar itu mendapat respons tidak begitu baik terutama di media-media barat.
Banyak dari mereka menyebut kurangnya data medis dari uji coba manusia yang tersedia untuk umum, serta ukuran kecil kelompok uji yang hanya berjumlah 76 orang, belum termasuk anggota Gamaleya Research Institute yang mengerjakan vaksin dan secara sukarela menyuntikkan diri dengannya.
Vaksin itu diberi nama Sputnik V. Ini nama yang cukup unik mengingat Sputnik sangat identik dengan program ruang angkasa Uni Soviet. Lantas bagaimana cara kerja virus ini?
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Sergei Tsarenko, wakil kepala departemen anestesiologi dan resusitasi di Rumah Sakit Kota Moskow yang telah merawat pasien COVID-19 menjelaskan secara sederhana dengan analogi pesawat ruang angkasa sebagaimana nama virus.
Menurutnya vaksin Sputnik V pada dasarnya terdiri dari dua komponen. Yang pertama adalah adenovirus yang tidak berbahaya. Ini bisa diistilahkan sebagai ” roket pembawa ” yang mengirimkan komponen kedua yakni bagian dari genom COVID-19 atau dengan kata lain sebagai “stasiun orbit” ke dalam tubuh manusia.
Dokter menjelaskan bahwa tubuh menghasilkan respons kekebalan terhadap “roket pembawa ” dan “stasiun orbit”, tetapi hanya untuk jangka pendek. Karena itu diperlukan suntikan kedua.
“Untuk membuat [kekebalan] lebih permanen, ‘stasiun orbit’ yang sama dikirim ke dalam tubuh tiga minggu kemudian, menggunakan ‘pembawa’ lain. Akibatnya, tubuh tidak menghasilkan kekebalan yang kuat terhadap salah satu adenovirus, tetapi membentuk pertahanan yang kuat terhadap virus corona “, dokter menjelaskan.
Metode yang juga disebut vektor virus ini dikembangkan oleh lembaga sejak lama dan telah diuji pada beberapa vaksin, yaitu untuk melawan Ebola dan jenis lain dari virus corona – MERS. “Ini sederhana dan sejauh ini tidak ada orang lain yang berhasil mencapainya,” kata Tsarenko sebagaimana dikutip Sputnik News Agency 12 Agustus 2020.
Dia mengatakan kabar di media tentang kemungkinan komplikasi yang disebabkan oleh penularan virus corona, hanya terdengar mengerikan bagi orang-orang yang tidak memiliki keahlian dalam masalah ini. Dia menjelaskan bahwa fenomena tersebut hanya terdeteksi pada pasien demam berdarah dan tidak terkait dengan vaksinasi – sesuatu yang sangat disadari oleh ahli virus.
“Pertanyaan sebenarnya bukanlah apakah vaksin Sputnik V aman dan efektif, tetapi mengapa vaksin itu disambut dengan kampanye negatif di media,” kata Tsarenko.
“Pertanyaan bagus lainnya adalah siapa yang mensponsori ahli independen yang meragukan obat Rusia – apakah itu pembuat vaksin lain atau perusahaan yang memproduksi obat anti-virus, “ lanjut dokter tersebut.
Dia menjelaskan bahwa “keributan ” seperti itu memalukan bagi semua dokter yang terlibat langsung dalam merawat pasien COVID-19 dan yang hanya menginginkan satu hal – bahwa semuanya akan berakhir secepat mungkin.