<p>Gedung Direktorat Jenderal Pajak / Pajak.go.id</p>
Nasional

Sri Mulyani Bakal Turunkan PPh 21, Ekonom Ingatkan Dampaknya

  • Pemerintah akan memberikan ketentuan tarif PPh 21 baru bagi orang pribadi yang mendapat penghasilan dari honorarium ataupun imbalan lain yang menjadi beban APBN/APBD.

Nasional
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana mengubah ketentuan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Passal 21 Final atas penghasilan selain bersifat rutin.

Dalam hal ini, pemerintah akan memberikan ketentuan tarif baru bagi orang pribadi yang mendapat penghasilan dari honorarium ataupun imbalan lain yang menjadi beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai pemerintah seharusnya bisa lebih selektif memberikan insentif perpajakan.

Pasalnya, jika merujuk pada pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2010 yang kedudukannya bakal diubah oleh Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 4 Tahun 2021 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2021, wajib pajak yang dituju didominasi oleh masyarakat menegah ke atas, terutama Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Tapi kalau untuk PPh pasal 21 yang profesional itu ini perlu ditinjau kembali. Karena justru pendapatan yang dituju tidak terdampak. Saya pikir belum layak bila diturunkan karena penghasilan masih kuat,” ucap Faisal kepada TrenAsia.com, Kamis 18 Maret 2021.

Mengacu pada Pasal 4 PP Nomor 80 Tahun 2010, tarif PPh final atas pembayaran honorarium atau imbalan lain mendapatkan pemotongan dari pemerintah sebesar 0%,5%, dan 15% tergantung pada golongan penerima honorarium.

PPh pasal 21 final sebesar 0% diterima oleh golongan I dan II Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta anggota TNI dan Polri dengan pangkat tamtama dan bintara. PPh pasal 21 final 0% ini juga diterima oleh pensiunan atau purnawirawan golongan terkait.

Sementara itu, PNS golongan III, anggota TNI dan Polri dengan minimum pangkat perwira pertama dan pensiunnya dikenai PPh pasal 21 final sebesar 5% menurut PP nomor  80 tahun 2010. Tarif paling besar mencapai 15% dikenai wajib pajak mencakup PNS golongan IV, TNI dan Polri berpangkat perwira menengah, tinggi, dan pensiunnya.

“Beban negara sedang meningkat, tidak mungkin mengharapkan pajak dari menengah ke bawah. Harapannya menengah ke atas atau yang meningkat saat pandemik itu yang disasar untuk bayar pajak,” ungkap Faisal.

Bidik Sektor Digital

Salah satu komponen pajak yang menurut Faisal punya potensi mengerek penerimaan pajak ialah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk digital. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), kontribusi komponen PPN produk digitak hingga Rp1,07 triliun per Februari 2021.

Kendati demikian, entitas pemungut PPN yang ditunjuk DJP belum sepenuhnya patuh memungut pajak. Menurut catatan DJP, baru sekitar 67% perusahaan yang menyetorkan PPN. Sementara itu, entitas pemungut PPN yang sudah ditunjuk pemerintah kini berjumlah 53 perusahaan.

Terdapat dua entitas tambahan yang menambah pungutan PPN, keduanya bergerak di sektor marketplace. Entitas tersebut antara lain eBay Marketplace GmbH dan Nordvpn SA.

“Masyarakat yang pendapatannya meningkat sekarang seperti youtuber dan perusahaan digital itu yang bisa menggenjot penerimaan pajak kita,” kata Faisal.

Lonjakan Masyarakat Miskin

Di sisi yang berlainan, Indonesia menghadapi tantangan lonjakan masyarakat miskin akibat pandemi COVID-19. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2020, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,55 juta orang.

Kenaikan jumlah penduduk miskin tersebut mencapai 2,76 juta orang selama setahun. Di tengah lonjakan penduduk miskin, pemerintah justru memangkas anggaran jaminan perlindungan sosial yang masuk ke dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar 28% dari Rp220 triliun menjadi Rp157,4 triliun.

Faisal pun mendorong pemerintah untuk tetap menyasar wajib pajak di kalangan menengah ke bawah untuk mendapat insentif pajak di tahun ini. Untuk diketahui, pemerintah telah memutuskan insetif pajak PPh pasal 21 hingga Juni 2021.

Kendati demikian, penerima insentif ini dipersempit menjadi 1189 sektor usaha tertentu, perusahaan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), dan perusahaan di kawasan berikat. Pekerja dengan pendapatan bruto tidak lebih dari Rp200 juta per tahun, atau tidak lebih dari Rp16,6 juta per bulan berhak mendapatkan insetif ini.