Pengisian bahan bakar bersubsidi untuk kendaraan bermotor di sebuah SPBU, Kamis 4 Agustus 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Sri Mulyani Curhat Bengkaknya Subsidi BBM Bisa Picu Batas Defisit APBN 3 Persen Jebol di 2023

  • Ketidakberhasilan itu disebabkan oleh total durian runtuh (windfall) dari ekspor yang masuk ke penerimaan negara hanya mencapai Rp420,1 triliun.
Nasional
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa surplus dari ekpor komoditas tidak bisa menutupi subsidi energi yang membengkak dari Rp502,4 triliun menjadi Rp698 triliun pada tahun 2022.

Sri Mulyani menjelaskan, ketidakberhasilan itu disebabkan oleh total nilai durian runtuh (windfall) dari ekspor yang masuk ke penerimaan negara hanya mencapai Rp420,1 triliun, lebih kecil dari total nilai pembengkakan subsidi energi.

Dari penerimaan sebesar Rp420,1 triliun itu, alhasil pagu pendapatan negara di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 ditingkatkan dari Rp1.846,1 triliun menjadi Rp2.266,2 triliun.

"Penerimaan yang bertambah Rp420 triliun pun yang kita pakai semua untuk subsidi energi, Pertalite, Solar, dan LPG 3 kilogram dan listrik itu tidak akan cukup. Seluruh windfall profit dipakai semua, tidak akan cukup karena akan habis," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, Jumat, 26 Agustus 2022.

Sri Mulyani mengatakan bahwa surplus APBN yang terus terjadi sepanjang tahun berjalan ini pun berpotensi untuk tergerus di akhir tahun. 

Pasalnya, total pembayaran subsidi dan kompensasi energi setiap tahunnya selalu ditagihkan pada akhir tahun karena ada proses audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menkeu pun menambahkan, pembengkakan subsidi energi ini didorong oleh volatilitas harga minyak mentah dunia, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), dan juga konsumsi energi masyarakat yang semakin tinggi.

"Kita masih akan perlu lagi menambah anggaran subsidi dan kompensasi dari Rp502,4 triliun perlu ditambah lagi Rp195,6 triliun. Artinya, jumlah subsidi kita akan mencapai Rp698 triilun," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun mengemukakan bahwa penyesuaian subsidi energi harus segera diupayakan. Jika tidak, APBN 2023 dan 2024 akan terkena imbasnya sementara Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 mengamanatkan defisit APBN harus di bawah level 3%.

Tambahan info, pendapatan APBN dalam dua tahun terakhir terdongkrak kinerja net ekspor yang masih surplus selama 27 bulan berturut-turut. Hal ini tidak terlepas dari fenomena lonjakan harga komoditas atau commodity boom menyusul perang Rusia - Ukraina. 

Namun Menkeu memperkirakan harga komoditas akan menuju normal di tahun 2023 mendatang.