Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor KemenkoPerekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, Jumat, 26 Agustus 2022
Nasional

Sri Mulyani Khawatir APBN Jebol, Apa Sebabnya?

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membocorkan, hal ini akibat tingginya harga minyak dunia yang rata-rata mencapai US$100 per barel dan pertumbuhan konsumsi bahan bakar dari masyarakat.
Nasional
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Pemerintah terus melakukan pengawasan terkait adanya potensi jebolnya anggaran subsidi sebanyak Rp650 triliun hingga Rp680 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membocorkan, hal ini akibat tingginya harga minyak dunia yang rata-rata mencapai US$100 per barel dan pertumbuhan konsumsi bahan bakar dari masyarakat.

"Ada dua faktor dominan yang kita waspadai nantinya ini yang mempengaruhi harga minyak dan komoditas tahun depan," ujar Sri Mulyani dalam Sarasehan100 Ekonom pada Rabu 7 September 2022.

Faktor pertama adanya potensi resesi pada 2023, terutama bagi negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa karena inflasi yang sangat tinggi. Menurut Sri Mulyani, jika negara maju masuk ke zona resesi, maka outlook permintaan minyak turun sehingga harga akan dibawah US$100 per barel.

Kedua, jika perang antara Rusia dan Ukraina masih berlangsung, maka distribusi ekpor impor akan terhambat termasuk minyak dunia.

Apalagi selama perang terjadi, Rusia diembargo dan AS menyebut dalam pertemuan G20 akan membuat price cap untuk minyak Rusia dan sekarang telah diadopsi oleh G7. Maka tak heran jika kebijakan negara masing-masing akan menggunakan oil becoming an instrument of war selama kondisi masih tidak normal.

Terkait anggaran subsidi 2023 masih dalam bahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diperkirakan masih lebih dari Rp340 triliun dengan asumsi harga minyak di kisaran US$90 per barel.

Kementerian Keuangan menggunakan data dari lembaga kredibel di bidang minyak terkait prediksi harga minyak mentah dunia, seperti International Energy Agency (IEA) hingga konsensus Bloomberg.