<p>Nampak seorang petani tengah melakukan panen tanaman kelapa sawit di kawasan Bogor Jawa Barat, Kamis 28 Mei 2021. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Industri

Sri Mulyani Pangkas Pungutan Ekspor Produk Kelapa Sawit

  • Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk memangkas tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit mulai 2 Juli 2021.

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk memangkas tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit mulai 2 Juli 2021.

Pemerintah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan.

Untuk cut off perhitungan pungutan tarif itu adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) sehingga pengenaan tarif baru ini mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021 yakni mulai 2 Juli 2021.

Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO US$670/MT menjadi US$750/MT.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Aburrachman menjelaskan jika harga CPO di bawah atau sama dengan US$750/MT maka tarif pungutan ekspor tetap.

Ia mencontohkan untuk tarif produk crude sebesar US$55/MT dan setiap kenaikan harga CPO sebesar US$50/MT maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$20/MT untuk produk crude dan US$16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai US$1.000.

“Apabila harga CPO di atas US$1.000 maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa, 29 Juni 2021.

Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.

Meski demikian, hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional.

Untuk peningkatan daya saing produk kelapa sawit Indonesia maka kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem yang saat ini mencapai maksimal 36,4% maksimal dari harga CPO.

Dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021 maka kewajiban eksportir secara advolerum turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional.

Untuk peningkatan kesejahteraan petani, penerapan pungutan ekspor pada 2020 dan 2021 terbukti tidak menyebabkan penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani.

Harga TBS di tingkat petani mengikuti kenaikan harga CPO yaitu pada Januari sampai Mei 2021 rata-rata harga TBS di tingkat petani adalah di atas Rp2.000 per kilogram.

Selain itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat dengan mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180.000 hektare lahan per tahun.

“Alokasi dana untuk tiap hektare lahan yang ditetapkan sebesar Rp30 juta per hektare,” ujarnya. (SKO)